Medan - PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) diduga melakukan kriminalisasi terhadap warga Masyarakat Adat di Tapanuli Utara (Taput), Sumut. Lima warga dilaporkan ke polisi dengan tuduhan penggunaan kawasan hutan negara.
Ke-5 warga dimaksud dilaporkan pada 15 Desember 2020 lalu. Mereka adalah warga Masyarakat Adat Keturunan Ompu Ronggur, yakni Dapot Simanjuntak, Maruli Simanjuntak, Pariang Simanjuntak, Sudirman Simanjuntak, dan Rinto Simanjuntak.
Padahal, kelima warga dan Masyarakat Adat Keturunan Ompung Ronggur lainnya hanya mengusahai wilayah adat titipan leluhurnya dengan aktivitas bertani.
Baca juga: Perusahaan Kebun Sawit Caplok Tanah Masyarakat Adat Tapteng
Merespons itu, Komisi C DPRD Taput menggelar rapat dengar pendapat (RDP), karena menerima pengaduan Masyarakat Adat Keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak.
Hadir dalam RDP, Royal Simanjuntak selaku Ketua Komisi C, Maradona Simanjuntak, dan Dapot Hutabarat.
Dari pemerintah dihadiri Kepala Bagian Hukum Pemkab Taput Alboin Butarbutar, mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup Viktor Siagian, Direktur PDAM Mual Natio Lamtagon Manalu, serta perwakilan Masyarakat Adat Keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak.
Royal Simanjuntak dalam RDP tersebut menyampaikan bahwa persoalan ini sangat serius dan perlu mendapat perhatian DPRD.
"Oleh sebab itu kami dari Komisi C meminta pimpinan DPRD dan mendesak pemerintah untuk mendahulukan mediasi atas persoalan ini," kata Royal.
Kalaupun ditetapkan sebagai hutan negara juga harus dibuktikan dengan berita acara tata batas hutan negara
Maradona senada dengan Ketua Komisi C menegaskan, DPRD akan menyurati Bupati dan Kapolres Taput agar memfasilitasi pertemuan para pihak.
Maradona menyampaikan, sebaiknya Polres Taput arif dan bijaksana menindaklanjuti laporan PT TPL.
Baca juga: Sah Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Taput
Sebab Masyarakat Adat Keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak tidak pernah tahu wilayah adatnya dijadikan sebagai hutan negara dan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT TPL.
Pihak TPL juga selama ini beraktivitas di wilayah adat Huta Napa tidak pernah melakukan tata batas dan juga tidak dapat membuktikan peta areal konsesinya.
"Kalaupun ditetapkan sebagai hutan negara juga harus dibuktikan dengan berita acara tata batas hutan negara," katanya.
Alboin menyampaikan bahwa ini persoalan yang berulang. Sudah pernah terjadi pada 2012. Di mana pihak PT TPL melaporkan Masyarakat Adat Ompu Ronggur ke Polres Taput.
Oleh sebab itu seiring dengan telah terbitnya Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Taput, pihaknya akan mempercepat proses identifikasi dan verifikasi masyarakat adat.
"Apalagi Komunitas Keturunan Ompu Ronggur merupakan salah satu pemohon untuk ditetapkan," katanya.
Dalam RDP tersebut pun disepakati DPRD menyurati Polres Taput untuk menghentikan pemanggilan warga sambil menunggu DPRD dan pemerintah melakukan mediasi kembali kepada masyarakat dan pihak PT TPL.
Baca juga: Istana Klaim UU Cipta Kerja Lindungi Hutan dan Masyarakat Adat
Ketua DPRD Taput juga diharapkan membentuk panitia khusus (pansus) terkait permasalahan yang timbul atas pengelolaan hutan dan aktivitas PT TPL di Kabupaten Tapanuli Utara.
Agus Simamora dari Biro Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak mengatakan, selama ini akibat aktivitas PT TPL banyak merugikan masyarakat, seperti di Kecamatan Parmonangan, Sipahutar, Siborongborong.
Terlebih adanya dugaan aktivitas PT TPL yang mencemari sumber air minum Aek Nalas yang disalurkan ke Kecamatan Sipahutar dan Siborongborong.[]