PSI: Revisi UU KPK Semestinya Tekan DPR, Jangan Jokowi

Politikus PSI Ariyo Bimmo menilai masyarakat yang menekan Presiden Jokowi dalam Revisi UU KPK salah alamat. Sebaiknya justru menekan DPR RI.
Politikus PSI Ariyo Bimmo. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati).

Bandung - Politikus PSI Ariyo Bimmo menilai banyak pihak termasuk partai politik yang sengaja menyudutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam revisi UU KPK. Padahal, kata dia, bola sebenarnya ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Sepertinya banyak yang memanfaatkan momen ini untuk menekan Joko Widodo. Padahal yang ditekan semestinya DPR RI, wong RUU ini inisiatif mereka (DPR RI),” ucapnya kepada Tagar saat dihubungi di Bandung, Selasa, 17 September 2019.

Salah alamat kalau perhatian justru tertuju ke Presiden Joko Widodo. Kendali pembahasan sampai dengan pengesahan ada di tangan DPR. Mata dan suara masyarakat seharusnya lebih diarahkan ke DPR.

Menurut Ariyo, DPR harus "pasang badan", karena mekanisme pembahasan revisi RUU KPK ada di Gedung Parlemen di Senayan, Jakarta. Dia ironis melihat sikap para anggota dewan yang seolah-olah menginginkan KPK tidak lagi memiliki taring dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Salah alamat kalau perhatian justru tertuju ke Presiden Joko Widodo. Kendali pembahasan sampai dengan pengesahan ada di tangan DPR. Mata dan suara masyarakat seharusnya lebih diarahkan ke DPR. Terus terang melihat rekam jejak lembaga ini dan anggota-anggotanya pada tahun 2014-2019, saya meragukan itikad baiknya dalam Pemberantasan Tipikor,” kata dia.

Ariyo memandang, penolakan revisi UU KPK semestinya dilakukan secara konsisten dan terbatas. Konsistensi dimulai dari persetujuan bahwa RUU KPK diembuskan untuk dibahas sebagai RUU inisiatif DPR.

“Untuk maju sebagai RUU kan tidak begitu saja. Ada proses penyusunan naskah akademik sampai drafting. Normalnya, semua fraksi di Komisi III DPR RI terlibat, dan terakhir disetujui melalui Rapat Paripurna,” tuturnya.

Kalau melihat hasil rapat paripurna DPR RI pada 5 September 2019 kemarin, pada kenyataannya semua fraksi di DPR RI malah menyetujui revisi RUU KPK. 

Menurutnya, aneh ketika ada partai politik atau bagian dari partai politik yang memiliki fraksi di DPR RI, lalu menyatakan ketidaksetujuannya, hal tersebut dapat dikatakan sikap inkonsistensi.

“Inkonsistensi juga terlihat dari sisi prosedural dengan tidak tercantumnya revisi RUU KPK ini dalam Program Legislasi Nasional. RUU di luar Prolegnas hanya dapat diajukan oleh Presiden dan DPR dalam keadaan tertentu, misalnya untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam,” ujarnya.

Ariyo menilai, pembahasan revisi RUU KPK sebaiknya dilakukan secara terbatas. Setelah pemerintah memberikan tujuh poin revisi yang akan dilakukan.

“Melihat draft terakhir pembahasan, poin-poin yang diajukan pemerintah telah diakomodir. Namun, nuansa draft ini belum mencerminkan upaya membentuk mekanisme check and balance, lebih ke mekanisme pertanggungjawaban,” tuturnya.

Ditemui terpisah, Ketua Fraksi Golkar Jawa Barat Yod Mintaraga mengakui tidak mau latah menyatakan sikap setuju atau menolak sebagaimana partai politik lainnya di Jawa Barat. 

Sebab, menurut Yod, hal tersebut bukan menjadi kewenangan DPD Partai Golkar maupun Fraksi Golkar Jawa Barat. Selain itu, dia beranggapan, sikap Partai Golkar di Jawa Barat dipastikan senada dengan DPP Partai Golkar maupun di Fraksi Golkar di DPR RI.

“Ya, orang atau kelompok boleh-boleh saja berpendapat soal revisi RUU KPK. Untuk Golkar, biarlah. Sudah diwakili oleh DPP Partai Golkar dan Fraksinya di DPR RI karena kami (Golkar di Jabar) bagian yang tak terpisahkan dari mereka,” tuturnya dengan nada tegas.

Lagi pula, kata Yod, Golkar di Jawa Barat tidak punya kapasitas untuk membahas dan menyidangkan revisi RUU KPK. 

"Kita di sini tak tahu apa-apa. Saya pun tak melihat gejolak di daerah (di konstituen),” kata dia.

Hal terpenting dalam revisi RUU KPK ataupun perundang-undangan lainnya dia nilai akan membawa maslahat bagi banyak pihak. 

"Menyesuaikan dinamika yang ada atau perlu adanya revisi untuk lebih memperkuat maka elok dilakukan," ujarnya. []

Berita terkait
PSI: Jika Sah, RKUHP Berpotensi Memecah Belah Bangsa
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan RKHUP.
Revisi UU KPK, Jokowi Minta Masyarakat Bersuara ke DPR
Presiden RI Joko Widodo menyampaikan tanggapannya terkait keputusan Revisi Undang-Undang KPK. Ia mengaku, ide awal revisi tersebut dibawa oleh DPR.
Aliansi Jurnalis Independen: KPK Jangan Dikebiri
Aliansi Jurnalis Independen nilai rezim Jokowi mencoba melakukan pelemahan terhadap pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia, kebiri KPK.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.