Jakarta - Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) Masa Transisi di Jakarta tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Akibatnya, kata dokter epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono, kasus positif Covid-19 harian di Jakarta melonjak hingga 441, rekor terbanyak sejak Maret 2020.
"PSBB Transisi membingunkan orang," kata Kepala Departemen Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini kepada Tagar lewat sambungan telepon, Jakarta, Selasa, 21 Juli 2020
Miko berpendapat, pembatasan sosial mestinya tetap berlaku meskipun pada masa transisi. Namun hingga memasuki PSBB Masa Transisi kedua, berbagai kegiatan sosial diperbolehkan.
"Jadi ini pembatasan sosial atau pembebasan sosial?" ujarnya.
Pembatasan sosial atau pembebasan sosial?
Masa transisi dengan pelonggaran, kata dia, dibutuhkan karena desakan ekonomi. Oleh karena itu kegiatan seperti car free day (CFD) dan kegiatan yang tak mendesak lainnya seharusnya ditunda dulu.
Pada 16 Juli 2020, Gubernur Jakarta Anies Baswedan memperpanjang PSBB Masa Transisi hingga 30 Juli 2020. Anies, dalam Peraturan Gubernur Nomor 735 Tahun 2020, memperbolehkan sejumlah kegiatan sosial dengan syarat.
Kegiatan ibadah di rumah ibadah, misalnya, dapat digelar namun jumlah jemaahnya tak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas tempat. Demikian juga dengan usaha pariwisata, museum, perpustakaan, aktivitas di taman dan pantai.
Baca juga:
- 3 Sebab Jakarta Catat Rekor Positif Covid-19 Harian
- Mendagri: Jangan Pilih Cagub yang Mengerahkan Massa
- Jokowi Ogah Terjebak Dilema Kesehatan atau Ekonomi
Bagi Miko, Jakarta berada di zona aman jika kasus barunya tidak lagi mencapai seratus per pekan. Namun kemarin, 21 Juli 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jakarta mengumumkan tambahan kasus harian 441 kasus. Jika melihat grafik di situs corona.jakarta.go.id, jumlah ini tertinggi sejak 1 Maret 2020.
Padahal jika kasus bertambah 500 saja per pekan, dapat terjadi lonjakan seribu kasus kalau terjadi outbreak - lonjakan dua kali lipat. "Ini kan serem," ucapnya.
Miko mengatakan, peluang kasus di Jakarta melonjak sangat mungkin terjadi mengingat tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protkol kesehatan rendah. "Saat PSBB aja banyak yang melanggar apalagi sekarang," ujarnya.
Di Korea Selatan saja, kata dia, kasus barunya hampir nol tapi kembali melonjak setelah pembatasan dibuka. Sementara di Australia, kasusnya hanya 9 tapi pemerintah setempat belum membuka pembatasan sampai benar-benar nol. "Setelah itu pun akan dibuka secara bertahap," ujarnya.[]