PSBB Masa Transisi Mandek, Covid Menggila di Jakarta

Jakarta mencatat rekor tertinggi kasus Covid-19. PSBB Transisi dinilai tanpa fungsi.
Anggota komunitas pecinta Transjakarta mengenakan baju hazmat dengan membawa poster berisi informasi jumlah kasus positif di Jakarta saat melakukan sosialisasi protokol kesehatan di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta, Rabu, 15 Juli 2020. Sosialisasi tersebut untuk mengingatkan penumpang Transjakarta agar selalu menaati protokol kesehatan saat menggunakan transportasi publik guna mengantisipasi penyebaran Covid-19. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) Masa Transisi di Jakarta tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Akibatnya, kata dokter epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono, kasus positif Covid-19 harian di Jakarta melonjak hingga 441, rekor terbanyak sejak Maret 2020.

"PSBB Transisi membingunkan orang," kata Kepala Departemen Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini kepada Tagar lewat sambungan telepon, Jakarta, Selasa, 21 Juli 2020

Miko berpendapat, pembatasan sosial mestinya tetap berlaku meskipun pada masa transisi. Namun hingga memasuki PSBB Masa Transisi kedua, berbagai kegiatan sosial diperbolehkan. 

"Jadi ini pembatasan sosial atau pembebasan sosial?" ujarnya.

Pembatasan sosial atau pembebasan sosial?

Masa transisi dengan pelonggaran, kata dia, dibutuhkan karena desakan ekonomi. Oleh karena itu kegiatan seperti car free day (CFD) dan kegiatan yang tak mendesak lainnya seharusnya ditunda dulu.

Pada 16 Juli 2020, Gubernur Jakarta Anies Baswedan memperpanjang PSBB Masa Transisi hingga 30 Juli 2020. Anies, dalam Peraturan Gubernur Nomor 735 Tahun 2020, memperbolehkan sejumlah kegiatan sosial dengan syarat.

Kegiatan ibadah di rumah ibadah, misalnya, dapat digelar namun jumlah jemaahnya tak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas tempat. Demikian juga dengan usaha pariwisata, museum, perpustakaan, aktivitas di taman dan pantai.

Baca juga:

Bagi Miko, Jakarta berada di zona aman jika kasus barunya tidak lagi mencapai seratus per pekan.  Namun kemarin, 21 Juli 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jakarta mengumumkan tambahan kasus harian 441 kasus. Jika melihat grafik di situs corona.jakarta.go.id, jumlah ini tertinggi sejak 1 Maret 2020.

Padahal jika kasus bertambah 500 saja per pekan, dapat terjadi lonjakan seribu kasus kalau terjadi outbreak - lonjakan dua kali lipat. "Ini kan serem," ucapnya.

Miko mengatakan, peluang kasus di Jakarta melonjak sangat mungkin terjadi mengingat tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protkol kesehatan rendah. "Saat PSBB aja banyak yang melanggar apalagi sekarang," ujarnya.

Di Korea Selatan saja, kata dia, kasus barunya hampir nol tapi kembali melonjak setelah pembatasan dibuka. Sementara di Australia, kasusnya hanya 9 tapi pemerintah setempat belum membuka pembatasan sampai benar-benar nol. "Setelah itu pun akan dibuka secara bertahap," ujarnya.[]

Berita terkait
3 Sebab Jakarta Catat Rekor Positif Covid-19 Harian
Kasus harian Covid-19 menggila di Jakarta. PSBB transisi dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dokter Epidemiologi UI Kritik Car Free Day Jakarta
Ahli epidemiologi setuju roda ekonomi dijalankan dengan protokol kesehatan selama new normal. Tapi CFD Jakarta belum saatnya dibuka.
Terawan Membisu Saat Jokowi Marah Soal Kesehatan
Menteri Terawan di ujung tanduk. Jokowi menyinggung reshuffle setelah menyebut buruknya laporan kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura