Profil Din Syamsuddin dan Kontroversi Pemakzulan Presiden

Profil Din Syamsuddin yang menjadi buah bibir masyarakat lantaran menggelar diskusi pemakzulan presiden di tengah pandemi Covid-19.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 Din Syamsudin. (Foto: suaramuhammadiyah.id)

Mataram - Beberapa waktu belakangan ini nama Muhammad Sirajudin Syamsuddin alias Din Syamsuddin menjadi buah bibir masyarakat. Pasalnya, pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu turut serta meramaikan isu pemakzulan presiden di tengah pandemi Covid-19.

"Saya melihat kehidupan kenegaraan kita terakhir ini membangun kediktatoran konstitusional, bersemayam di balik konstitusi seperti godok Perppu jadi UU, dan sejumlah kebijakan-kebijakan lain," kata Din Syamsuddin dalam seminar nasional bertema 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19', Senin, 1 Juni 2020.

Baca juga: Pengamat Politik: Din Syamsuddin Berhak Jadi Capres

"Rasyid Ridho (pemikir Islam modern) yang lebih modern dari Al Ghazali menyerukan agar melawan kepemimpinan yang zalim, terutama jika membahayakan kehidupan bersama seperti melanggar konstitusi," ucapnya menambahkan.

Din Syamsuddin merupakan tokoh Muhammadiyah kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), 31 Agustus 1958. Sebelum menduduki posisinya saat ini sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), putra pasangan Syamsuddin Abdullah dan Rohana Syamsuddin ini sudah beberapa kali dipercaya memimpin sejumlah organisasi keagamaan.

Din pernah dipercaya menjadi Ketua Umum MUI (2014-2015) menggantikan Sahal Mahfudz yang meninggal dunia pada Jumat, 24 Januari 2014. Sebelumnya, dia juga sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI (2005-2014).

Kelihaiannya berogranisasi telah terpupuk sejak dia duduk di bangku sekolah. Sejak usia pelajar, Din sudah dipercaya memimpin Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) Cabang Sumbawa. 

Saya melihat kehidupan kenegaraan kita terakhir ini membangun kediktatoran konstitusional, bersemayam di balik konstitusi.

Baca juga: Rencana Kudeta Jokowi, Irma NasDem: Memalukan!

Selain itu, cendikiawan muslim lulusan Interdepartmental Programme in Islamic Studies University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat ini juga aktif dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Pemuda Muhammadiyah.

Selain beroganisasi, Din juga pernah menjajal dunia politik pada 1993. Kala itu dia didapuk sebagai Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan DPP Golkar, dan pernah menjadi anggota MPR dari Fraksi Golkar, serta sempat ditunjuk menjadi Direktorat Jendral Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja di Departemen Tenaga Kerja RI.

Namun, tujuh tahun kemudian, Din undur diri dari dunia perpolitikan dan fokus pada bidang akademisi dan organisasi keagamaan. Ayah empat anak ini sempat menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi di antaranya, UHAMKA, UMJ, UI, dan UIN. Bahkan, dia juga diganjar gelar kehormatan Guru Besar dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Selama hidupnya, Din pernah dua kali menikah. Pernikahan pertamanya dengan Fera Beranata. Namun, pada 29 Juli 2010, Fera meninggal dunia akibat serangan jantung. Kemudian, pada 13 Maret 2011, Din kembali menggelar pernikahan dengan istri keduanya Novalinda Jonafrianty di Masjid At-Taqwa, komplek kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat.

Baca juga: Ruhut Soroti Ambisi Din Syamsuddin dari Era Soeharto

1. Tragedi Kecelekaan Pesawat

Din pernah mengalami kecelakaan pesawat yang hampir menewaskan nyawanya. Saat itu, pesawat Garuda Indonesia GA-200 dengan rute penerbangan Jakarta-Yogyakarta yang ditumpanginya mendarat dengan keras di landas pacu (runway). Pesawat itu terpental dan tergelincir dari runway 27 di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, kemudian terbakar.

Akibat kejadian tersebut, sebanyak 21 penumpang pesawat meninggal dunia. Sebagai salah satu penumpang, Din beryukur masih diberi kesempatan untuk hidup.

Selain Din, beberapa tokoh lain yang juga berada di pesawat tersebut, yakni Kriminolog Adrianus Meliala (luka) dan Mantan rektor UGM Yogyakarta, Kusnadi Hardjosumantri (meninggal dunia).

2. Penghargaan dan Aktivitas Internasional

Pria yang juga dikenal karena kemampuannya berdialog dengan seluruh umat beragam ini menyandang penghargaan sebagai Ambassador of Peace. Selain itu, dia juga pernah menerima penghargaan Anugerah Tokoh Islam 1433 H dari Kerajaan Pinang, Malaysia atas perjuangannya dalam menampilkan Islam yang berkemajuan lewat organisasi Muhammadiyah.

Pria yang masuk dalam jajaran 200 mubalig yang direkomendasikan Kementerian Agama (2018) ini juga aktif pada beberapa pertemuan internasional, seperti World Islamic People's Leadership (WIPL), Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Asian Committee on Religions for Peace (ACRP), World Council of World Islamic Call Society (WCWICS), dan World Peace Forum (WPF).

Din juga pernah diundang ke sejumlah konferensi tingkat dunia, salah satunya ke Vatikan, Roma, untuk memberikan ceramah umum terkait terorisme dalam konteks politik dan ideologi.

3. Pendidikan

- Madrasah Ibtidaiyah dan tsanawiyah Nahdhatul Ulama (NU) Sumbawa Besar, NTB.

- Pondok Modern Darussalam Gontor Jawa Timur (1975).

- Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, (1980).

- Interdepartmental Programme in Islamic Studies University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat, (1988).

- Interdepartmental Programme in Islamic Studies University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat, (1991).

4. Karier

- 2005–2015: Ketua Umum PP Muhammadiyah.

- 2007: Chairman of Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC).

- 2006: Anggota Strategic Alliance Russia based Islamic World.

- 2006: Anggota UK-Indonesia Islamic advisory Group.

- 2006: Ketua World Peace Forum (WPF).

- 2006: Honorary President, World Conference on Religions for Peace (WCRP), based in New York.

- 2005-2010: Wakil Ketua Umum MUI Pusat.

- 2005-2010: Wakil Ketua Dewan Penasihat ICMI Pusat.

- 2005: Vice Secretary General, World Islamic People's Leadership, based in Tripoli.

- 2005: Member, World Council of World Islamic Call Society, based in Tripoli.

- 2004: President, Asian Committee on Religions for Peace (ACRP), based in Tokyo.

- 2000: Ketua, Indonesian Committee on Religions for Peace (IComRP).

- 2000-2005: Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia.

- 2000-2005: Wakil Ketua PP Muhammadiyah.

- 1999: Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan MPR-RI.

- 1998-2000: Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar.

- 1998: Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan MPR-RI.

- 1998-2000: Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Depnaker RI.

- 1993-1998: Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan DPP Golkar.

- 1993-1998: Anggota Dewan Riset Nasional.

- 1990-1995: Sekretaris Dewan Penasihat ICMI Pusat.

- 1990-1993: Wakil Ketua Mejelis Pemuda Indonesia.

- 1989-1993: Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah.

- 1985: Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

- 1982: Dosen/Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

- 1982-2000: Dosen di berbagai Perguruan Tinggi (UMJ, UHAMKA, UI).

- 1980-1982: Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, IAIN Jakarta.

- 1970-1972: Ketua IPNU Cabang Sumbawa. []

Berita terkait
Tuding Kudeta, Fadli Zon Suruh Boni Hargens Cuci Muka
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menanggapi tudingan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens dan menyuruhnya cuci muka.
Ditanya soal Haji, FPI Bahas Pemakzulan Presiden Jokowi
Jubir Front Pembela Islam (FPI) Munarman ketika ditanya soal batalnya penyelenggaraan ibadah haji 2020, justru membahas pemakzulan Presiden Jokowi.
Gerah Pelabelan Kadrun, PA 212: Mereka neo-PKI
Ketua Media Center Persaudaraan Alumni atau PA 212 Novel Bamukmin menganggap pembuat label kadrun adalah neo-Partai Komunis Indonesia (PKI).
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.