Pengamat Politik: Din Syamsuddin Berhak Jadi Capres

Hasrat Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin untuk menjadi presiden sangat berat sebab ia tidak pernah berkecimpung dalam pemerintahan.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin. (Foto: Instagram/Din Syamsuddin)

Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menyebut peluang Din Syamsuddin untuk menjadi calon Presiden RI sangat berat. Pasalnya eks Ketua Umum PP Muhammadiyah itu tidak memiliki kans politik yang kuat di tingkat nasional.

Hal tersebut menanggapi pernyataan politikus PDI Perjuangan Ruhut Sitompul yang menilai Din Syamsuddin memiliki ambisi politik yang besar usai lengsernya mantan Presiden Soeharto.

Baca juga: Ruhut Soroti Ambisi Din Syamsuddin dari Era Soeharto

Soal hasrat tuk menjadi capres itu haknya. Hak semua warga negara. Namun, secara politik, Din Syamsuddin berat untuk jadi capres.

"Berat. Karena dari pemilu ke pemilu kan belum pernah jadi capres atau cawapres. Itu artinya berat bagi dia. Beda ceritanya kalau jadi ketum partai atau ketum Muhammadiyah," kata Ujang kepada Tagar, Sabtu, 6 Juni 2020.

Kendati demikian, Ujang memaklumi jika Din berhasrat untuk meraih jabatan politik. Sebab, hal tersebut merupakan hak konstitusional setiap warga negara.

"Soal hasrat tuk menjadi capres itu haknya. Hak semua warga negara. Namun, secara politik, Din Syamsuddin berat untuk jadi capres. Selain karena bukan orang partai. Dia juga tak punya jabatan di pemerintahan ataupun di ormas," ujarnya lagi.

Beberapa waktu lalu, Din Syamsuddin yang merupakan Dosen Pemikiran Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengungkapkan, ada tiga syarat untuk memakzulkan kepala negara. Tiga syarat ini merujuk pada pendapat pemikir politik Islam, Al Mawardi.

Pertama, tidak adanya keadilan. Pemimpin bisa dimakzulkan bila tidak bisa berlaku adil, misalnya hanya menciptakan satu kelompok lebih kaya. Syarat kedua, ketika pemimpin tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Dan ketiga, pemimpin telah kehilangan kewibawaan dan kemampuan memimpin, terutama dalam masa kritis.

Baca juga: Rencana Kudeta Jokowi, Irma NasDem: Memalukan!

Sebelumnya, Ruhut Sitompul menilai Din Syamsuddin memiliki ambisi politik yang kuat sejak zaman Presiden Soeharto masih memimpin Indonesia.

"Waduh. Kalau Din aku enggak tahu lah. Kalau Din dari dulu memang begitu (berambisi), dari zaman Pak Harto sampai sekarang. Ya kita ngertilah. Kalau orang punya ambisi tapi enggak bisa tercapai ya begitulah. Mungkin dia kira jatuh Pak Harto, dia naik, tapi nyatanya enggak. Kan gitu saja," kata Ruhut Sitompul saat dihubungi Tagar, Jumat, 5 Juni 2020.

Kendati Din sempat berbicara soal wacana pemakzulan presiden, pria yang tenar berkat akting dengan tokoh Poltak ini enggan berpekulasi lebih jauh. Sebab, dalam iklim demokrasi wajar saja ada oposisi, dan rakyat yang percaya dengan Jokowi dia yakini lebih banyak.

"Ya kalau aku jujur saja. Orang-orang kayak gitu aku hanya bilang 'emang gue pikirin'. Ini demokrasi dan reformasi dikedepankan. Rakyat sudah sangat cerdas," ujar Ruhut Sitompul. []

Berita terkait
Tuding Kudeta, Fadli Zon Suruh Boni Hargens Cuci Muka
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menanggapi tudingan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens dan menyuruhnya cuci muka.
Boni Hargens Klaim Kantongi Pengacau Kudeta Jokowi
Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengklaim mengantongi nama tokoh oposisi yang hendak mengkudeta Presiden Jokowi.
Ditanya soal Haji, FPI Bahas Pemakzulan Presiden Jokowi
Jubir Front Pembela Islam (FPI) Munarman ketika ditanya soal batalnya penyelenggaraan ibadah haji 2020, justru membahas pemakzulan Presiden Jokowi.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.