Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Direktur Utama Hanson International Benny Tjokrosaputro, sehingga ia tetap divonis seumur hidup, dalam kasus korupsi pengelolaan dana investasi Asuransi Jiwasraya. Amar putusan kasasi tertulis dalam laman Mahkamah Agung RI, dengan tanggal putusan kasasi adalah 24 Agustus 2021.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 26 Oktober 2020 menyatakan Benny Tjokro terbukti bersalah, dan divonis penjara seumur hidup ditambah kewajiban membayar uang pengganti sekitar Rp 6 triliun. Selain melakukan korupsi, Benny juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
Berikut profil dari Benny Tjokro. Pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, pada 15 Mei 1969 ini adalah putra dari Handoko Tjokrosapoetro. la dikenal sebagai pengusaha sukses di Indonesia yang memimpin berbagai perusahaan, salah satunya PT Hanson International Tbk, perusahaan landbank properti terbesar di Indonesia, yang memiliki lebih dari 4.900 hektar lahan.
- Baca Juga: Jaksa Agung Sikat Pelindung Tersangka Korupsi Asabri Benny Tjokro
- Baca Juga: Denny Siregar: Cara Benny Tjokro Gasak Uang Pensiun TNI Polri di Asabri
Sebagai pengusaha sukses, Benny tak luput dari perhatian Majalah Forbes Indonesia. la pernah menduduki urutan ke-43 dari daftar 50 orang terkaya di Indonesia, versi Forbes 2018, dengan nilai kekayaan sekitar USD 670 juta. Simak selengkapnya di Tagar TV.
Ia menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi dari Universitas Trisakti pada 1995. Ia adalah cucu dari Kasom Handoko Tjokrosapoetro, pendiri Batik Keris Solo yang melegenda sejak 1920.
Selain itu, Benny juga memiliki hampir 84 persen saham di perusahaan yang juga mengelola Lafayette Boutique Hotel di Yogyakarta, yang bernilai sekitar 225 juta dolar AS per akhir November 2019.
- Baca Juga: Gali Korupsi Jiwasraya Kejagung Periksa Benny Tjokro
- Baca Juga: Tuding Bakrie Group, Benny Tjokro Dilaporkan BPK
Benny bergelut di dunia pasar modal sejak akhir 1980-an. Saat itu, dia masih kuliah di Universitas Trisakti Jakarta dan gemar membeli saham-saham IPO. Dalam perjalannya, dia pun dikenal sebagai “market maker”.
Ayah Benny, Handoko Tjokrosapoetro sempat tidak setuju dengan keputusan anaknya yang bermain di pasar saham. Ayahnya pun mencoba mengalihkan perhatian Benny untuk meneruskan bisnis keluarganya. Namun, Benny tetap saja memilih untu bermain saham.
(Azzahrah Dzakiyah Nur Azizah)