Jakarta - Pengamat intelijen Susaningtyas NH Kertopati memberikan pekerjaan rumah (PR) besar kepada institusi TNI-Polri terkhusus menghadapi momen pengumuman pemilu 22 Mei 2019. Ia mengimbau lembaga pertahanan dan keamanan itu berbenah diri dalam hal tata kelola informasi.
Menurut dia, yang seperti itu dibutuhkan agar informasi mengenai perkembangan keadaan yang ada, dapat terintegrasi dan diterima dengan tepat cepat oleh petugas di lapangan sehingga meminimalisir kesalahpahaman.
"Secara kekinian, TNI-Polri harus menjaga tertatanya dengan baik mulai dari integrasi sistem informasi, interoperability sistem informasi hingga composability sistem informasi," kata dia kepada Tagar, Sabtu sore 18 Mei 2019.
Harus diwaspadai masuknya kekuatan proxy dan hibrida yang bisa saja hadir memperkeruh keadaan, dengan mengadu domba antaranak bangsa melalui informasi yang bersifat hoaks bahkan post truth.
Ia juga meminta pemerintah tidak menganggap remeh propaganda segelintir kalangan melalui penyebaran berita bohong. Sebab, maraknya hoax sangat mungkin berimbas pada perpecahan antaranak bangsa.
"Harus diwaspadai masuknya kekuatan proxy dan hibrida yang bisa saja hadir memperkeruh keadaan, dengan mengadu domba antaranak bangsa melalui informasi yang bersifat hoaks bahkan post truth," papar dia.
"Ini bahaya sekali karena masyarakat cenderung percaya kepada hal yang sesuai selera dan kepentingannya," tegasnya.
Sementara dihubungi secara terpisah, Juru Bicara Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan, situasi keamanan di Indonesia jelang pengumuman hasil pemilu tanggal 22 Mei mendatang, masih berada di bawah kendali pihak berwenang.
Menurutnya, eskalasi ketegangan hanya ada di media sosial. Namun, di alam nyata situasi dinilainya terkendali. Ia juga menyebut lebih banyak umat yang ingin khusuk beribadah di bulan Ramadan ketimbang membuat kerusuhan.
"Sampai saat ini masih undercontrol. Ramai di medsos tapi landai di lapangan," kata Wawan kepada Tagar, Sabtu siang 18 Mei 2019.
"Apalagi ini bulan Ramadan, banyak yang ingin khusuk ibadah, meskipun ada simpatisan tapi terukur," imbuh dia.
Jauh sebelumnya, Pengamat Politik Emrus Sihombing mengatakan, situasi paling panas dalam peta perpolitikan setelah Pilpres 2019 hanya berada di level saling lapor dan saling tuding. Potensi kerusuhan akan bisa diredam dengan manuver politik para elit partai, yang disebut Emrus sebagai seni berkompromi.
"Karena ini masalah yang menurut saya lima tahunan, saya prediksi tidak akan terjadi kerusuhan. Tetapi akan terjadi sesuatu yang sifatnya saling lapor ke Bawaslu atau saling kritik. Saya kira hal itu besar kemungkinan terjadi," ujar Emrus saat dihubungi Tagar, Rabu 15 Mei 2019.
"Risiko sangat tinggi jika terjadi kerusuhan. Jadi saya kira elit-elit politik tidak menginginkan itu. Tapi adanya kompromi, dialektika, diskusi, dan ditemukan solusi-solusi yang menguntungkan bagi kedua atau ketiga belah pihak, sangat mungkin terjadi," tegas dia waktu itu. []
Baca Juga: