Polres Simalungun Diminta Lepas Warga Adat Sihaporas

Masyarakat adat Sihaporas di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mendesak kepolisian membebaskan dua warga mereka yang ditahan polisi.
Massa AMMA saat berunjuk rasa di Polres Simalungun, Sumatera Utara, Kamis 7 November 2019. (Foto: Tagar/Jonatan Nainggolan).

Simalungun - Masyarakat adat Sihaporas di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mendesak kepolisian membebaskan dua warga mereka yang ditahan dan dijadikan tersangka pasca bentrok dengan PT Toba Pulp Lestari atau PT TPL.

Desakan itu menjadi salah satu tuntutan mereka dalam aksi unjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat (AMMA) di Polres Simalungun, Sumatera Utara, Kamis 7 November 2019.

Dalam orasinya, Koordinator Aksi AMMA Alboin Samosir menyebut, masyarakat adat yang tengah berjuang untuk menjaga keutuhan wilayah adat untuk generasi yang akan datang kerap mendapat perlakuan diskriminasi. 

"Bahkan mereka dikriminalisasi dengan tuduhan menduduki hutan negara, merusak tanaman milik perusahaan," katanya.

Dikatakannya, sebelum bentrok dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL), Senin 16 September 2019 lalu, masyarakat adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan, Kabupaten Simalungun, sudah lebih dulu tinggal dan mengelola tanah sebelum NKRI terbentuk.

AMMA pun menyampaikan sejumlah tuntutan yakni, mendesak Polres Simalungun segera membebaskan dua pejuang masyarakat adat Sihaporas, Thomson Ambarita dan Jhony Ambarita.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mencabut izin konsesi PT TPL

Meminta aparat hukum di Kabupaten Simalungun untuk menghentikan kriminalisasi terhadap masyararakat adat Dolok Parmonangan yang memperjuangkan hak dan kedaulatan atas tanah adatnya.

Meminta Pemkab Simalungun untuk segera menerbitkan perda atau SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat serta wilayah adat di Kabupaten Simalungun.

"Meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mencabut izin konsesi PT TPL dari wilayah adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan," kata Alboin.

Kemudian, mereka meminta Polres Simalungun untuk bertindak objektif dan proporsional, serta untuk segera merespons laporan masyarakat Sihaporas atas tindak kekerasaan terhadap warga Sihaporas yaitu, Mario Ambarita dan Thompson Ambarita yang diduga dilakukan oleh Humas PT TPL sektor Aek Nauli.

Usai berunjuk rasa, salah seorang perwakilan Polres Simalungun, mendatangi pengunjuk rasa dan mengatakan akan menindaklanjuti beberapa tuntutan yang disampaikan AMMA.

Sebelum membubarkan diri dari Polres Simalungun, AMMA menuju ke Kantor DPRD Kabupaten Simalungun melanjutkan unjuk rasa. Kedatangan mereka disambut salah seorang anggota DPRD Kabupaten Simalungun, Binton Tindaon.

Sebelum menuju ke kantor Bupati Simalungun, mereka meminta kepada anggota dewan yang berada di dalam ruangan dengan tuntutan yang sama. Binton pun meminta waktu pada pengunjuk rasa, pihaknya segera berdiskusi dan akan melakukan pertemuan dengan Polres Simalungun.

Untuk diketahui, masyarakat Desa Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, dan petugas dari PT TPL bentrok, Senin 16 September 2019. Saling klaim lahan menjadi penyebabnya.

Akibat bentrok itu, diketahui sejumlah orang dari kedua belah pihak mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Polisi pun menetapkan Thomson Ambarita dan Jhonny Ambarita sebagai tersangka, Selasa 24 September 2019 lalu. []

Berita terkait
Masyarakat Adat di Simalungun Diintimidasi Polisi
Tindakan menakuti-nakuti itu terjadi setelah penahanan dua warga Sihaporas.
Soal Sengketa Tanah, Djoss Dorong Perda Masyarakat Adat
"Perda Percepatan Masyarakat Adat akan kita perjuangkan. Karena mereka (masyarakat adat) yang tahu, siapa sebenarnya yang berhak di atas lahan tersebut," ungkap Sihar Sitorus saat sesi tanya jawab para paslon.
Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta Tuntut Hak
Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta tuntut hak pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.