Bandung - Politisi PAN, HM Rizal Fadilah, menilai KPK makin tak berdaya. Sebab, pasca revisi UU tentang KPK dinilai menjadi awal pemandulan lembaga anti rasuah ini. Ditambah dengan adanya Dewan Pengawas yang keanggotaanya ditetapkan oleh Presiden RI, maka resmilah KPK terkooptasi.
“Dan proses perjalanan penahanan Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjadi salah satu bukti kemandulan KPK,” tuturnya, Bandung, Senin 20 Januari 2020.
Bukti ketidakberdayaan KPK lainnya jelas Rizal, soal terjadinya Ketua dan Pimpinan KPK yang bisa dipanggil ke Kantor Luhut Binsar Panjaitan dengan dalih membahas persoalan investasi. “Akan tetapi KPK yang menghadap Luhut bukan saja lucu, tetapi memalukan dan memilukan,” jelas dia.
Semestinya, kendati Ketua KPK saat ini adalah jenderal polisi aktif tetapi harus bisa menempatkan diri sebagai lembaga anti rasuah yang mandiri dan terpercaya. Bukan sebagai kepanjangan kepentingan kekuasaan.
Kasus PDIP Bukti KPK yang Tak BerTaji
Fakta lain yang membuktikan ketidakberdayaan KPK yakni, Kasus suap di PDIP yang akhirnya menjadi tontonan sandiwara air mata buaya. Lihat saja polemik proses pengungkapan kasus PDIP ini. Kasus PDIP diputarbalikan atau diframing menjadi korban pemerasan oknum oknum berkuasa.
“Dan sentilan medsos cukup tajam, bagaimana diperas wong Presiden nya PDIP, Ketua DPR PDIP, begitu juga dengan Menkumham, Menseskab, dan Jaksa Agung. Jadi jika PDIP bukan partai penguasa lalu siapa yang menguasai Pemerintahan PSI atau PKI ? Jelas bukan,” tanya dia
Melihat kasus PDIP ini kata Rizal, pemberantasan korupsi menjadi tidak prioritas. Terkesan bisa dinegosiasikan. Apabila KPK memang sudah tak berdaya, maka sudah bisa diprediksi akan ada tuntutan pembubaran yang terus merembet ke akar masalah seperti batalnya Perppu atau kooptasi KPK oleh Presiden atau Pemerintah.
“KPK adalah asa rakyat karenanya jangan berubah menjadi asa pesakitan atau sebagai asa yang hilang,” kata dia. []