Untuk Indonesia

Politik Itu Asyik, Dukun Tak Selalu Klenik

Politik itu asyik jika disertai dengan kelapangan kepala dan hati untuk menerima ragam wacana dan ide gagasan.
Ida Damanik, di kantor Partai Nasdem, Jalan Pattimura, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, Senin 4 November 2019. (Foto: Tagar/Anugerah Nst)

Oleh: Tigor Munte*

Politik itu asyik jika disertai dengan kelapangan kepala dan hati untuk menerima ragam wacana dan ide gagasan. Tak melulu mono-thnik, tapi bisa juga ragam-think, agar sudut pandang diperkaya dan keputusan politik lahir dari alur-alur yang mengalir.

Ruang politik yang dibuka dalam kontestasi pilkada yang mulai berjalan, di mana partai politik (parpol) membuka kanal bagi masuk dan mengalirnya berbagai latar belakang orang serta isi kepala dan isi hatinya dalam mengaplikasi program dan angan-angan dalam kerja politik.

Politik itu memang menggairahkan otak dan hati, manakala bekerja secara linier dengan keinginan untuk memberi yang terbaik bagi kepentingan banyak orang, sebagai sebuah bentuk kepuasan batin selaku penggila dunia sosial politik.

Pilkada dan partai politik, dua titik yang bertemu dalam proses seleksi dan mencari orang yang kelak menjadi pemimpin pemerintahan lima tahunan. Pilkada menjadi instrumen demokrasi menyalurkan hak politik warga dalam mendudukkan pemimpinnya.

Kemudian secara operasional, parpol menjadi player terdepan dalam menjaring, menyaring dan mengusung seorang calon pemimpin yang bakal dilagakan dalam kontestasi suara, mencari peraih suara terbanyak penjustifikasi dan legalisasi kekuasaan politik pilkada atas nama demokrasi.

Simaklah, gelaran seleksi sejumlah parpol untuk figur yang bakal diusung ke muka pertarungan politik pilkada pada 2020 mendatang. Serangkaian tahapan internal mereka lakukan, mulai dari kran pendaftaran yang dibuka, hingga proses fit and proper test atau melakukan basa-basi pemaparan visi misi.

Ragam kepala dan wajah memasukkan siulan buat dilamar dan dibawa ke pelaminan pilkada. Mulai dari yang bawa isi tas, isi kepala dan isi opini plus nafsu belaka. Mereka berlomba menjual diri dengan cara yang sebetulnya ideal, meski kemudian itu menjadi sekadar basa-basi karena kerap di ujung lebih pada putusan subjektif dan pragmatis elite parpol soal calon yang akan diteken maju ke muka politik Pilkada 2020.

Politik itu asyik dan menggairahkan jika tak melulu soal uang, tapi melulu soal menyalibkan diri

Seorang paranormal bahkan ikut melamar ke salah satu parpol di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Cewek dan masih muda. Mengaku sudah mendapat bisikan dari leluhur sejak beberapa tahun lalu, agar dia maju dalam Pilkada Kota Pematangsiantar.

Meski terkesan klenik, namun di hadapan panelis yang mengujinya dalam pemaparan visi misi pada Senin 4 November 2019, figur bernama Ida Damanik itu toh menyampaikan program yang nyata dan bukan mistis. Dia tahu menyebut akan meningkatkan sumber daya manusia jika kelak terpilih jadi wali kota.

Nah, dia malah linier dengan program Jokowi di atas sana. Dia mengkritik kok orang masih jualan infrastruktur, sementara banyak anak muda terjerembab ke lembah narkoba. Dia hendak membangun manusianya, fokus utamanya adalah membangun manusia yang sehat dan berkualitas. Setidaknya usul dan program dia tak berbau paranormal, sebaliknya sangat normal.

Artinya, politik hari ini sangat indah. Betapa isi kepala dan isi hati siapa saja yang punya niat membangun kota atau kabupaten atau negara bahkan, memberi ruang yang selega-leganya tanpa harus khawatir itu menjadi bahan ketawaan dan candaan belaka. Sepanjang ada narasi, wacana dan aksi yang berkemauan dalam memihak kepada kepentingan publik, politik itu memang enak, sehat dan menggairahkan.

Yang kita takutkan, jika politik pilkada kelak menjadi stempel basah perilaku kebejatan dalam meraih kursi kekuasaan, melalui cara-cara kotor, semisal berjanji akan memperbaiki jembatan dan jalan, eh ternyata cuma modus untuk meraup fee proyek jika kelak jadi wali kota atau bupati.

Atau berjanji akan memperbaiki karakter generasi muda, eh justru mempersenang diri dengan jalan-jalan ke luar negeri membawa sanak famili menggunakan fasilitas uang rakyat yang tiap hari dikutip dari parkir, kamar mandi, kamar mesum, rumah makan, rumah mesum, dll.

Bahkan menggunakan politik mutakhir, membeli suara warga satu orang seharga Rp 200 ribu-Rp 500 ribu per suara. Bukannya menjual program visi misi, tapi menjadi rentenir politik, membungakan uang yang ditabur saat pilkada, lalu ditagih saat menjadi kepala daerah lewat todong kepala dinas, sunat APBD dan modus rapi dan sistemik lainnya.

Politik itu asyik dan menggairahkan jika tak melulu soal uang, tapi melulu soal menyalibkan diri untuk tak lagi mengurusi baju, mobil, rumah dinas dan benda-benda untuk diri sendiri. Politik itu asyik dan nikmat jika rakyat sudah bisa beli ponsel, beli rumah, beli baju, beli buku, beli pulsa, beli kebab, jalan tak macet, parkir aman, listrik tak padam, penjara kosong, masjid penuh dan gereja teduh. []

*Jurnalis Tagar.id

Berita terkait
Bisikan Leluhur, Paranormal Maju di Pilkada Siantar
Sejak 10 tahun lalu dirinya dibisikkan oleh leluhurnya yakni Opung Raja Huti, agar maju dalam Pilkada Kota Pematangsiantar.
Pilkada 2020 Ada Anak Presiden, Cucu Presiden dan Bule
Sejak pemilihan kepala daerah langsung muncul calon dari berbagai kalangan, seperti Pilkada Kota Surakarta 2020 ada anak presiden dan cucu presiden
Mantan Pemain Liga Spanyol Daftar Calon Bupati Samosir
Bule ini datang untuk mendaftar sebagai bakal calon Bupati Samosir pada Pilkada 2020 mendatang.