Politik Dinasti di Pasangkayu Sulbar Berpotensi KKN

Dinasti politik di Kabupaten Pasangkayu Sulawesi Barat berpotensi terjadinya tragedi politik
Ilustrasi Pilkada (Foto: Istimewa)

Mamuju - Politik dinasti yang terjadi di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar) berpotensi memicu terjadinya tragedi politik. Seperti KKN dan sebagainya.

"Dinasti politik dapat membuka ruang terjadinya korupsi politik dan korupsi birokrasi,"kata Direktur Profetik Institute, Dr. Muh Asratillah Senge, Selasa 20 Oktober 2020.

Asratillah mengungkapkan, dinasti politik menurut teori Garsen disebut dengan istilah familisme yang berarti ideologi politik yang sangat bergantung pada ikatan keluarga.

Dinasti politik dapat membuka ruang terjadinya korupsi politik dan korupsi birokrasi.

"Jadi, dia akan menempatkan keluarga dan kekerabatan sebagai prioritas,"katanya.

Dia juga mengungkapkan bahwa dinasti politik yang berkembang di sebuah daerah tidak hanya akan membajak, menguasai dan mengontrol sirkulasi elit, tapi juga membajak, menguasai dan mengontrol sirkulasi dan perekrutan sub elit, seperti perekrutan ASN dan penunjukan pejabat publik.

"Jadi jabatan-jabatan kadis, camat, lurah, serta kepala Perusda pasti akan diatur secara kekeluargaan. Jika itu terjadi, akan ada kongkalingkong antara elit politik dengan pihak swasta,"kata Asratillah.

Dia menambahkan, keputusan Agus Ambo Djiwa memasangkan saudara kandungnya pada Pilkada Pasangkayu 2020 merupakan praktik native familisme, tingkat tertinggi dari ideologi familisme.

"Pemerintahan akan menguntungkan klan atau kelompok dinasti tertentu dan tidak menguntungkan masyarakat,"katanya.

Sementara itu, Direktur PT. General Survei Indonesia, Dr. Herman Lilo menyebut bahwa praktik dinasti politik di era demokrasi, sebagai ikatan darah hijau untuk membedakannya dengan oligarki kaum ningrat.

"Darah hijau berarti dinasti politik berorientasi pada peningkatkan kesejahteraan keluarga sendiri,"kata Herman Lilo.

Praktiknya, kata Herman, dilakukan dengan menyelesaikan keputusan-keputusan penting pemerintahan di meja makan atau di atas ranjang saja.

Dinasti politik berorientasi pada peningkatkan kesejahteraan keluarga sendiri.

"Persoalan-persoalan kabupaten diselesaikan di meja makan. Mungkin sambil makan nasi goreng, lalu tandatangan," katanya.

Suburnya dinasti politik, lanjut Herman, disebabkan oleh tiga peran elit yakni Badut, Bandit dan Bandar Politik. Badut politik, kata Dia, adalah calon pemimpin yang ditawarkan untuk menjadi tontonan masyarakat dan bandit politik adalah orang yang menjadi tim sukses.

"Sedangkan bandar politik adalah cukong yang membiayai seluruh kebutuhan finansial para badut politik di Pilkada,"kata Herman. []

Berita terkait
Honor Tenaga Kontrak di Mamuju Sulawesi Barat Belum Dibayar
Honor tenaga kontrak di lingkup Pemkab Mamuju Sulawesi Barat belum dibayar. Ini alasannya.
Keseriusan DPRD Mamuju Usut Aset Daerah Dipertanyakan
Keseriusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mamuju Sulawesi Barat dipertanyakan. Ini alasannya.
Tarian Tradisional Sambut Cakada di Mamuju
Kampanye di Desa Beru-Beru, Kecamatan Kalukku, Mamuju Sulawesi Barat, Cakada Siti Sutinah Suhardi disambut tarian adat.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.