Polemik Fungsi Pengawasan Bank, Pakar: Copot Bos OJK

Rumor pengembalian fungsi pengawasan perbankan kepada bank sentral mencuat seiring dengan sorotan kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri). (Foto: Dok. Humas OJK)

Jakarta - Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan pemerintah perlu melakukan pembaharuan pada jajaran petinggi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusul sorotan terhadap lembaga tersebut atas berbagai polemik yang kini tengah terjadi dalam industri jasa keuangan.

Menurut dia, langkah tersebut lebih tepat jika dibandingkan dengan rencana pemerintah dan DPR yang berencana membahas kembali Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang fungsi pengawasan OJK. Paul berharap, lembaga yang kini dipimpin oleh Wimboh Santoso itu dapat terus eksis dan terhindar dari ancaman pembubaran.

“Jika OJK dianggap kurang dalam pengawasan, bukan lalu membubarkan OJK dan fungsi pengawasan kembali ke Bank Indonesia. Maka, saya melihat akan lebih bijak jika manajemen puncaknya yang diubah atau diganti,” ujarnya kepada Tagar, Jumat, 3 Juli 2020.

Sehingga pembenahan yang dibutuhkan oleh OJK, kata Paul, adalah siasat memperkuat lembaga ini melalui serangkaian pendekatan.

“Dalam memperbaiki fungsi pengawasan maka perlu ditingkatkan sejumlah elemen, seperti kualitas sumber daya manusia, kapasitas pengawasan yang diperluas, hingga memperbanyak jumlah personil OJK sendiri,” tuturnya melanjutkan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tagar, pemerintah kini tengah mendorong pembahasan ulang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang sebelumnya memiliki fungsi pengawasan terhadap perbankan di Tanah Air. Melalui Undang-Undang No.21 Tahun 2011, peran ini lantas diestafetkan kepada OJK.

Tidak main-main, revisi beleid tersebut telah masuk sebagai program legislasi nasional (Prolegnas) tahun ini. Usulan itu diterima setelah Badan Legislasi (Baleg) memberi restu pemerintah dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen pada Kamis, 2 Juli 2020.

Disinyalir, keputusan pemerintah dan DPR untuk melakukan penyesuaian dalam tubuh OJK dikarenakan Presiden Joko Widodo tidak puas dengan kinerja lembaga yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam mengatur, mengawasi, dan melindungi industri jasa keuangan di Tanah Air.

Terlebih, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam industri asuransi, yakni PT Asuransi Jiwasraya kini tengah dirundung kasus mega korupsi yang disebut-sebut merugikan negara Rp 16,81 triliun.

Berita terkait
Kadin Minta OJK Fasilitasi Pemberian Modal Kerja
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) berharap pengucuran modal kerja dapat menstimulus kegiatan usaha
Ajakan Tarik Uang di Bank, OJK: Waspada Hoaks
OJK meminta masyarakat mewaspadai hoaks di media sosial yang mengajak untuk melakukan penarikan dana di perbankan.
OJK dan Bank Optimistis Kredit Tumbuh Akhir Tahun
OJK bersama pelaku industri perbankan yakin akan terjadi kenaikan kredit pada penghujung tahun ini