PN Siantar Bebaskan Pemerkosa Anak, Arist: Hakim Lukai Hati Anak

PN Siantar bebaskan Benyamin Purba, Arist menilai putusan hakim melukai hati anak, menghambat penegakan hukum untuk mengakhiri kejahatan seksual terhadap anak.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait. (Foto: Ist)

Jakarta, (2/12/2017) – Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengecam putusan hakim Lodewyk Ivandrie di Pengadilan Negeri (PN) Siantar yang membebaskan Benjamin Ganti Purba sebagai terdakwa atas kasus kekerasan seksual yang dia lakukan terhadap siswanya, And (8).

Dalam putusannya hakim Lodewyk Ivandrie membebaskan terdakwa dengan alasan tidak terbukti. Putusan ini dinilai Arist telah melukai hati dan mencederai hak anak.

“Bukan hanya melukai hati anak, putusan hakim itu juga dengan sengaja menghambat penegakan hukum dan gerakan nasional untuk mengakhiri kejahatan seksual terhadap anak,” tegas Arist Merdeka Sirait kepada awak media di Pematangsiantar, Jumat (1/12).

Arist menggarisbawahi, putusan hakim yang membebaskan terdakwa dari segala tuntutan telah mengabaikan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Anak serta UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU Nomor 01 Tahun 2016 tetang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam Undang-Undang yang disebutkan Arist jelas-jelas mengancam para predator dengan pidana pokok minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun, dapat pula ditambahkan dengan pidana tambahan yakni hukuman seumur hidup.

Bahkan terdakwa dapat diganjar hukumam kebiri (kastrasi) melalui cara suntik kimia sesuai Inpres Nomor 01 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Terhadap Anak (GN AKSA).

Menurut Arist, tidak ada alasan bagi hakim Lodewyk membebaskan terdakwa karena ancaman hukumannya minimal 10 tahun.

“Adalah tidak berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen yang bertugas dan berfungsi memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mempertanyakan ada apa di balik putusan hakim Lodewyk yang tidak punya persfektif dan sensitif hak anak itu?” tukas Arist geram.

Oleh karena itu untuk mendapat kepastian hukum bagi korban, kata Arist, Komnas Perlindungan Anak mendukung upaya banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan segera atas kejanggalan keputusan PN Siantar tersebut akan memberikan laporan kepada Komisi Yudisial dan Ketua Mahkamah Agung di Jakarta.

“Putusan yang melukai hati anak dan mengabaikan rasa keadilan bagi korban tersebut sama artinya menghambat Program Aksi Nasional pengakhiran kejahatan seksual pada anak,” tegas Arist.

Menyikapi keputusan hakim tersebut, kata Arist lagi, pihaknya akan menemui Ketua PN Siantar untuk yang kedua kalinya.

“Pertemuan itu untuk meminta informasi atas putusan PN Siantar yang seringkali membebaskan para predator kejahatan seksual pada anak. Ini juga sebagai bahan pembicaraan saat nanti bertemu Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” jelas Arist.

Arist menyebutkan, Komnas PA akan menemui Ketua PN Siantar pada Rabu (6/12), berikutnya dengan Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial pada Senin (11/12) di Jakarta. (yps)

Berita terkait