Plus Minus Ide Nadiem Makarim Ujian Nasional Dihapus

Tak ada lagi ujian nasional di Indonesia pada 2021. Rencana Nadiem Makarim ini ada yang menyambut sukacita, ada pula yang berduka. Apa alasannya?
Siswa mengikuti simulasi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMA Negeri 3 Taruna Angkasa Jawa Timur di Madiun, Jawa Timur, Kamis, 7 November 2019. (Foto: Antara/Siswowidodo)

Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim merencanakan penghapusan ujian nasional pada 2021. Ada yang menyambutnya sukacita, menilainya sebagai kebijakan yang plus. Ada pula yang mengecamnya, menilainya sebagai kebijakan yang minus.

Pakar pendidikan Ki Darmaningtyas termasuk yang bersukacita. "Selamat tinggal ujian nasional," katanya kepada Tagar, Kamis, 12 Desember 2019.

Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) ini memang sejak awal menentang pemberlakuan Ujian Nasional (UN).

"Kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim menghapus UN bukan hal yang mengagetkan, memang seharusnya begitu," ujarnya.

Ia mengaku gembira mendengar kebijakan tersebut karena itu berarti membenarkan pendapatnya dan kawan-kawannya yang sama-sama menolak UN. Alasannya karena hanya buang-buang anggaran tapi tidak memiliki korelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan lantaran sering terjadi manipulasi dalam pelaksanaan UN. 

"Manipulasi dalam pelaksanaan UN terjadi disebabkan para pemimpin daerah ingin agar daerahnya memiliki nilai UN tinggi," kata Darmaningtyas.

Ia mengatakan memahami keinginan Kepala Daerah untuk memiliki nilai UN yang tinggi, karena pemerintah selalu memberikan reward kepada daerah yang meraih nilai UN tertinggi. Jadi wajar bila para Pemimpin Daerah selalu berusaha untuk mendapatkan nilai UN yang tinggi.

Bagi anak-anak yang bersekolah dan orang tua, penghapusan UN berarti akan mengurangi beban ekonomis mereka karena tidak perlu bimbingan belajar lagi sekadar untuk mendapatkan nilai UN yang tinggi. Anak-anak juga tidak perlu mengalami stres tahunan untuk menghadapi UN. 

"Bimbel-bimbel juga tidak perlu masuk sekolah, sehingga sekolah betul-betul menjadi proses belajar yang menyenangkan. Selama masih ada UN, sekolah hanyalah tempat berlatih menjawab soal-soal sehingga kurang mengembangkan daya pikir, kreativitas, rasa seni, dan inovasi," tuturnya.

Dengan adanya penerimaan murid baru memakai sstem zonasi, menurutnya, UN tidak relevan lagi.

"Karena untuk apa UN wong saat penerimaan murid baru, nilai UN tidak terpakai? Lebih baik UN dihapuskan, lalu dana untuk UN yang rata-rata sebesar Rp 500 miliar setiap tahun itu dialihkan untuk peningkatan prasarana dan sarana pendidikan," tuturnya.

Ia menambahkan, dana tersebut sebaiknya untuk memperhatikan sekolah-sekolah di pinggiran kota dan pedesaan atau pedalaman. Juga untuk membayar guru-guru honorer agar memiliki gaji yang layak. 

Selamat tinggal ujian nasional.

UNBKSiswa mengerjakan soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pariwisata Dalung, Badung, Bali, Senin, 25 Maret 2019. (Foto : Antara/Fikri Yusuf)

Tentang bagaimana mengevaluasi kemampuan murid, Darmaningtyas mengatakan yang tahu kemampuan murid itu guru. Sekarang yang diperlukan adalah gurunya yang ditingkatkan kompetensinya melalui berbagai kegiatan pendidikan pelatihan (Diklat) dan mengikuti kegiatan-kegiatan diskusi dengan menggunakan sebagian dana dari anggaran yang untuk UN tersebut. 

Sedangkan untuk menciptakan standarisasi mutu pendidikan dapat dilakukan tes diagnostic yang tidak harus dilakukan setiap tahun, tapi bisa setahun sekali untuk semua jenjang. 

"Tes ini bukan untuk menentukan kenaikan atau kelulusan, tapi hanya untuk mendiaknosis kemampuan murid saja," ujarnya.

Dari sini pemerintah dapat mengetahui kemampuan murid, sekolah, dan daerah. Juga dapat mengetahui bidang-bidang studi apa saja yang masih kurang dan perlu ditingkatkan. 

Berdasarkan hasil tes diagnostic atau assessment tersebut, pemerintah bisa melakukan pembinaan kepada guru bidang studi yang lemah tadi, juga kepada daerah yang capaiannya rendah, agar pada saat dicek lagi tiga tahun kemudian hasilnya sudah meningkat. 

Atau kalau perlu, lanjutnya, evaluasinya ditumpangkan pada tes PISA (Program for International Student Assessment), yaitu penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Yaitu studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama. 

Kedua tes tersebut diselenggarakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) dengan cara memperbanyak cakupan respondennya, sampai ke daerah-daerah kepulauan. Dengan cara itu, evaluasinya memiliki kredibilitas yang tinggi, tapi juga hemat biaya.

Darmaningtyas menegaskan, dengan menghapus UN dan mengalihkan dananya untuk pengembangan pendidikan sekolah di daerah yang masih tertinggal, dalam kurun waktu tertentu akan tercapai pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. 

"Sebaliknya, mempertahankan UN tidak ada jaminan akan mampu menciptakan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia," ucapnya.

Ujian NasionalUjian Nasional dalam berbagai istilah sepanjang masa di Indonesia

Tidak Setuju Ujian Nasional Dihapus

Pendapat berbeda disampaikan pakar pendidikan dari Universitas Gadjah Mada Bagas Pujilaksono Widyakanigara.

Bagas mengatakan Ujian Nasional adalah salah satu cara menakar dan mengukur kualitas anak didik dan sekolah di lingkup nasional. Ini sangat penting. Sehingga negara punya pijakan rasional untuk progress ke depan: pengembangan kurikulum, pembinaan karier guru, dan pembangunan fasilitas pendidikan, dan lain-lain.

"Di negara-negara maju, UN juga ada dan itu mutlak harus ditempuh anak didik," ujar Bagas.

Ia mengatakan pelaksanaan UN selama ini memang belum maksimal, dan masih banyak hal teknis yang harus dibenahi. Namun bukan berarti UN dihapus.

"Berhentilah berwacana, do something for real. Berhentilah membuat kegaduhan politik yang sifatnya kontraproduktif. Lakukan sesuatu untuk perbaikan sistem pendidikan nasional yang sudah terlanjur bobrok," ujar Bagas.

Bagas menceritakan sejak umur 23 tahun, dirinya meninggalkan Indonesia, dan selama hampir 17 tahun tinggal di Jerman, Austria, Swedia, dan Perancis

"Saya paham betul sistem pendidikan negara-negara maju. Namun tidak ada keinginan sedikit pun di benak saya, serta-merta meniru sistem pendidikan mereka," ujarnya.

Bagas mengatakan kita punya budaya sendiri, tidak perlu mengembangkan mental menjiplak. 

"Saya bukan tipe orang mudah nggumun atau tergopoh-gopoh kagum pada sesuatu hal yang baru dilihat. Think things over and then do something, enggak perlu nggumun," ucapnya.

Ia mengusulkan pelaksanaan ujian nasional tetap dilaksanakan di tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK. Ujian nasional dikelola oleh direktorat tersendiri di bawah direktur jenderal ujian nasional yang sifatnya independen walau di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Pak Nadiem, jangan pernah berpikir menghapus UN, karena itu sama artinya Anda mencabik-cabik anak-anak Indonesia," kata Bagas.

Ia mengatakan tidak ingin anak-anak Indonesia menjadi kelinci percobaan dari suatu konsep yang belum teruji dan tidak membumi di atas budaya bangsanya sendiri. []

Baca juga:

Berita terkait
Menko PMK Sebut Ujian Nasional Hanya Dievaluasi
Menko PMK Muhadjir Effendy menilai apa yang disampaikan Nadiem Makarim soal Ujian Nasioal hanya evaluasi bukan penghapusan.
Komisi X DPR Ragu Ujian Nasional Dapat Dihapus Total
Abdul Fikri Faqih mengaku sepakat dengan keputusan Nadiem Makarim untuk menghapus Ujian Nasional mulai 2021.
Jusuf Kalla Tolak Wacana Penghapusan Ujian Nasional
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengganggap pelaksanaan Ujian Nasional masih relevan di Indonesia.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.