Pro dan Kontra Pemberlakuan Kembali Ujian Nasional: Dampak pada Kurikulum dan Pembelajaran

Diskusi tentang pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) yang dihentikan sejak 2021 dan digantikan oleh Asesmen Nasional Berbasis Kompetensi (ANBK).
Ilustrasi ujian nasional di sekolah. Foto: Pemprov Jawa Tengah

Beberapa saat setelah pelantikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru, pro dan kontra tentang pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) kembali ramai didiskusikan. UN secara resmi dihentikan sejak 2021, digantikan oleh evaluasi kinerja pendidikan nasional melalui Asesmen Nasional Berbasis Kompetensi (ANBK) yang salah satu instrumennya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM dilaksanakan untuk menilai kompetensi literasi dan numerasi siswa.

Di sejumlah negara seperti Australia, ujian berbasis literasi dan numerasi sudah lama diberlakukan, meskipun pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut masih bergulir. Karena terstandar, jenis ujian seperti ini biasa disebut ujian terstandar atau standardized testing. Dalam implementasinya, terdapat dua jenis standardized testing, yaitu high-stakes dan non-high-stakes standardized testing. Ujian terstandar tersebut bisa berskala nasional seperti UN di Indonesia dan internasional seperti Program for International Student Assessment (PISA).

High-stakes standardized testing adalah jenis asesmen atau ujian yang bertujuan membuat keputusan terkait siswa, guru, dan sekolah atau distrik, serta menentukan konsekuensi berupa hukuman, penghargaan, atau kompensasi berdasarkan hasil ujian tersebut. Di sejumlah negara dan di beberapa negara bagian di Amerika, konsekuensi bisa bersifat punitive atau menghukum. Hasil ujian tersebut dapat menentukan kelulusan siswa, karier guru dan kepala sekolah, keberlangsungan sekolah, dan alokasi dana yang diterima sekolah dari pemerintah. Di Indonesia, UN juga masuk dalam kategori high-stakes standardized testing karena hasil ujian tersebut menjadi salah satu komponen penentu kelulusan siswa.

Pemberlakuan high-stakes standardized testing berimplikasi negatif terhadap kurikulum. Hal ini terjadi karena standardized testing mengharuskan sekolah mengalokasikan lebih banyak waktu untuk mata pelajaran yang berkaitan dengan materi ujian terstandar. Kondisi ini mengakibatkan penyempitan konten kurikulum dan terabaikannya sejumlah mata pelajaran yang tidak masuk dalam materi standardized testing seperti Kesenian, Kewarganegaraan, Olahraga, dan Sejarah. Dampak berikutnya adalah hilangnya kesempatan bagi para siswa untuk mengasah kreativitas dan tidak terfasilitasinya pembelajaran individual di kelas.

Penyempitan kurikulum juga berdampak pada fragmentasi pengetahuan. Pembelajaran yang mengintegrasikan konten-konten lintas mata pelajaran tidak terjadi karena materi pelajaran diajarkan secara terpisah untuk mengantisipasi soal-soal yang muncul dalam ujian terstandar. Aktivitas pembelajaran di kelas didominasi kegiatan-kegiatan yang bersifat artifisial seperti melatih dan mempraktikkan strategi mengerjakan soal dan meningkatkan kemampuan menghafal dan mengingat. Dalam situasi demikian, cooperative learning dan penerapan pembelajaran yang berorientasi high order thinking skills absen dari proses belajar mengajar di kelas.

Berita terkait
Inilah Pentingnya Pendidikan untuk Perekonomioan Negara
Pendidikan dan pelatihan pekerja suatu negara menjadi salah satu faktor utama yang akan menentukan seberapa baik ekonomi negara tersebut.
Tips Mendapatkan Tabungan Pendidikan Terbaik untuk Anak
Salah satu cara untuk menyiapkan dana pendidikan untuk anak adalah melalui program tabungan pendidikan.