PKL Lansia Diminta Tak Berdagang di Malioboro Yogyakarta

PKL lansia Malioboro diminta untuk tidak berdagang lebih dulu. Mereka rentan terpapar Covid-19.
Suasana kawasan perdagangan dan wisata Malioboro Yogyakarta, Senin, 5 Oktober 2020. PKL lansia tempat tersebut diminta untuk tidak jualan lantaran rentan terpapar Covid-19. (Foto: Tagar/Gading Persada)

Yogyakarta - Meminimalkan penyebaran Covid-19, para pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro yang sudah lanjut usia (lansia) diminta untuk tidak berdagang. Pasalnya, lansia memiliki tingkat kerawanan tinggi tertular virus tersebut.

“PKL yang lansia tetap di rumahnya masing-masing saja, tidak perlu ikut berdagang di Malioboro. Serahkan saja ke anaknya atau saudaranya yang masih berusia muda,” jelas Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Ekwanto, Senin, 5 Oktober 2020.

Ekwanto mengakui sebelum ada kasus pedagang Malioboro yang meninggal dengan status positif covid, cukup banyak pedagang berusia lansia yang berdagang. Namun, adanya kasus itu, perlahan membuat pedagang menyadari bahaya corona.

“Sebelum ada yang meninggal, banyak memang pedagang yang sepuh-sepuh (tua) berjualan. Sekarang sudah berkurang signifikan. Memang kami imbau, supaya yang usianya 60 tahu ke atas itu tinggal di rumah dulu,” papar dia.

Imunnya mungkin lebih rendah sehingga rawan terhadap OTG yang kelihatan sehat, tapi sebetulnya carrier.

Meski begitu, hingga saat ini masih sering dijumpai para lansia yang tetap berdagang di pinggiran toko sepanjang Malioboro. Ini dimungkinkan lantaran keluarganya tak bisa menggantikan posisinya setiap hari.

“Tapi, persentasenya juga tidak banyak, dari 2.500-an PKL di sini, hanya tinggal sekitar 10 persen saja yang lansia. Biasanya, penjual-penjual yang senior itu. Untuk di Malioboro rata-rata pedagang yang lansia digantikan dengan anggota keluarganya, anak dan sebagainya,” kata Ekwanto.

Sosialisasi gencar dilakukan lewat masing-masing komunitas yang menaungi para pedagang. Dia juga mengapresiasi kinerja dan peran aktif paguyuban dalam menyadarkan para lansia yang memang mempunyai tingkat kerawanan lebih tinggi dibanding usia muda. 

“Kami rutin sosialisasi lewat forum-forum antarpedagang, nyuwun sewu (mohon maaf) buat yang sepuh supaya diedukasi, jangan (jualan) di Malioboro dahulu ya, karena rentan penularan. Imunnya mungkin lebih rendah sehingga rawan terhadap OTG yang kelihatan sehat, tapi sebetulnya carrier,” ujar dia.

Baca lainnya: 

Untuk saat ini, edukasi baru dapat disasarkan pada PKL, belum mencakup pelaku pariwisata lain seperti tukang becak, maupun kusir andong. Ia tidak menampik, cukup banyak lansia yang masih menekuni dua profesi tersebut di Malioboro.

“Kalau becak dan andong itu untuk mengemudikannya butuh skill khusus. Tapi, untuk andong sekarang juga sudah diwajibkan ada sekatnya. Kalau itu tidak ada, ya tidak boleh masuk Malioboro. Mudah-mudahan saja tidak ada apa-apa,” imbuh Ekwanto.

Salah satu paguyuban pedagang di Malioboro, Paguyuban Tri Darma melalui ketuanya Paul Zulkarnain memastikan pihaknya terus menyosialisasikan ke anggota yang lansia untuk tidak berdagang lebih dulu. 

“Sudah kami beri imbauan dan atas kesadaran sendiri mereka yang lansia-lansia ini memang tidak datang ke Malioboro. Anak atau saudaranya yang berdagang. Mereka yang lansia-lansia ini hanya datang sebentar untuk mengecek keuntungan hari itu,” pungkasnya. []

Berita terkait
Malioboro Yogyakarta Belum Perlu Ditutup
Legislatif Kota Yogyakarta menyebut kawasan Malioboro belum perlu ditutup. Begini alasannya.
Aktivitas Malioboro Usai PKL Meninggal karena C-19
Aktivitas Malioboro Yogyakarta tetap normal meski ada satu PKL di kawasan wisata tersebut meninggal terpapar C-19.
PKL di Malioboro Yogyakarta Meninggal Karena C-19
Seorang pedagang tas dan dompet di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta meninggal dunia akibat positif C-19.