PGI Sesalkan 2 Anak Saksi Yehuwa Dikeluarkan dari Sekolah

PGI menyesalkan dikeluarkannya dua siswa SMP Negeri 21 Batam dari sekolah karena tak mau menghormat bendera merah putih dalam upacara bendera.
Bendera Merah Putih (Foto: Sustaination.id)

Jakarta - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyesalkan dikeluarkannya dua siswa SMP Negeri 21 Batam dari sekolah karena tak mau menghormat bendera merah putih dalam upacara bendera. Keduanya diyakini menganut kepercayaan Saksi-Saksi Yehuwa.   

"Kami melihat hal ini sebagai masalah ekspresi iman yang beririsan dengan masalah ekspresi nasionalisme, yang semestinya bisa diselesaikan dengan dialog menuju saling pengertian," kata Humas PGI, Irma Riana Simanjuntak, dalam siaran pers, Sabtu, 30 November 2019.

PGI juga mengajak anggota Saksi-Saksi Yehowa (SSY) untuk membuka diri dengan merefleksikan kembali ekspresi imannya dalam bingkai kehidupan publik, khususnya dalam hidup bersama sebagai bangsa Indonesia dengan ekspresi nasionalisme yang telah diatur dalam konstitusi dan berbagai regulasi yang berlaku.

Baca juga: Anak SMP Tak Mau Hormat Bendera Karena Ikuti Alkitab

Seperti diketahui, dua anak SMP di Batam dikeluarkan dari sekolah karena tak mau menghormat bendera merah putih saat upacara bendera.

Komite Sekolah SMP Negeri 21 Batam, Dadang M.A, mengatakan pihak sekolah sebenarnya tidak ingin langsung mengeluarkan kedua pelajar itu. Ia menjelaskan pihak sekolah sudah melakukan pendekatan persuasif, di antaranya berupaya agar dua pelajar itu tidak dicoret dari sekolah.

Ia mengatakan pihak sekolah sudah melakukan diskusi dengan wali murid tetapi orang tua mereka tetap bersikeras tidak mau mengikuti aturan.

"Orang tua mereka bilang hormat bendera berarti melawan Allah dan menduakan Tuhan saya," ujar Dadang.

Sementara itu, Herlina, orang tua anak tersebut, mengatakan dalam kepercayaannya, hormat kepada bendera adalah menyembah.

Baca juga: Saksi-Saksi Yehuwa, Kristen atau Bukan?

"Bagaimana lagi, itu memang hati nurani anak kami yang dilatih dengan Alkitab, kami sebagai orang tua mengajarkan sesuatu kebenaran terhadap anak kami," ujar Herlina.

Ia menjelaskan dalam kitabnya, bersikap hormat dengan mengangkat tangan adalah melakukan penyembahan.

Berikut ini pernyataan lengkap PGI:

1. Menyesalkan terjadinya insiden dua siswa yang kehilangan hak belajar di sekolah karena sikapnya yang berbeda perihal hormat bendera. Kami melihat hal ini sebagai masalah ekspresi iman yang beririsan dengan masalah ekspresi nasionalisme, yang semestinya bisa diselesaikan dengan dialog menuju saling pengertian. Namun pada saat yang sama, kami juga mengajak saudara-saudara dari Saksi-Saksi Yehowa (SSY) untuk membuka diri dengan merefleksikan kembali ekspresi imannya dalam bingkai kehidupan publik, khususnya dalam hidup bersama sebagai bangsa Indonesia dengan ekspresi nasionalisme yang telah diatur dalam konstitusi dan berbagai regulasi yang berlaku.

2. Mengingatkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Education for all adalah ajakan Deklarasi Dakkar pada tahun 2000 yang sesuai dengan arahan UUD 1945 pasal 31.

3. Ajaran SSY memang berbeda dengan ajaran mendasar umumnya gereja-gereja di Indonesia. Namun demikian, tidak ada alasan warga gereja untuk meminta negara membatasi atau melarang keberadaan SSY. Bisa saja ajaran SSY dianggap tidak sesuai dengan ajaran gereja pada umumnya, namun hal tersebut juga harus dihormati. Hal ini mengingat kebebasan beragama, sesuai dengan ajaran agamanya, merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 pasal 29. Upaya yang sebaiknya dilakukan oleh gereja-gereja adalah memperlengkapi umatnya hingga memiliki pengetahuan yang benar, tentang ajaran agamanya, agar tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, termasuk ajaran agama yang dapat menyesatkannya.

4. Meminta keseriusan negara untuk menjamin hak setiap warga negara, termasuk pengikut SSY, untuk memeluk agama dan keyakinannya, serta jaminan keamanan dalam melaksanakan ibadahnya. juga mendorong gereja-gereja untuk ikut peduli pada mereka yang berkeyakinan lain, terutama mereka yang didiskriminasi karena keyakinan imannya yang berbeda.

5. Jika memang terbukti ada unsur-unsur dari pengajaran SSY yang menolak atau bertentangan dengan Pancasila dan ada sikap pengikut SSY yang tidak mematuhi konstitusi dan regulasi yang berlaku, maka hal ini diserahkan sepenuhnya untuk ditindak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian rilis ini dibuat dengan harapan agar kemajemukan yang ada di tengah anak-anak bangsa dapat dikelola secara dialogis dan negosiatif demi membangun Indonesia sebagai rumah bersama bagi semua orang. Kiranya kita dapat menjadi sahabat bagi semua orang.


Jakarta, 30 November 2019

Irma Riana Simanjuntak

HUMAS PGI

Berita terkait
PGI: Rumah Besar yang Kosong?
Kesadaran berhimpun menjadi satu kesatuan dalam rumah persekutuan mengawali lahirnya PGI.
PGI dan Gereja Tak Penting Bagi Jokowi?
Masyarakat Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) kecewa berat karena Presiden Jokowi tidak jadi datang membuka acara Sidang Raya PGI.
Sidang Raya di NTT, Pengurus PGI Jangan Politikus
Ada upaya memasukkan pengurus parpol yang masih aktif menjadi anggota Majelis Pekerja Harian PGI dalam Sidang Raya yang digelar di NTT.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.