Petugas Lapas Gampang Disuap Tak Cukup Dipecat

Petugas lapas gampang disuap tak cukup dipecat. Apa hukuman tepat bagi petugas mudah disuap bahkan minta disuap.
Petugas Lapas Gampang Disuap Tak Cukup Dipecat | Penyidik KPK berjalan keluar usai melakukan penggeledahan di Lapas Kelas 1A Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/7/2018). (Foto: Antara)

Jakarta, (Tagar 27/7/2018) - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai dua orang yang dipecat atau dicopot jabatannya oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly harus diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna mendalami kasus jual beli sel di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.

Dua orang tersebut adalah Kepala Divisi Permasyarakatan Jawa Barat Jabar Alfisah dan Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat Indro Purwoko.

"Perlu (diperiksa), ya paling tidak dijadikan saksi," ungkap Fickar saat dihubungi Tagar, Kamis (26/7).

Meski menilai hukuman kepada dua pejabat tersebut sudah tepat, namun kata Fickar, Kemenkumham menyebut Sumber Daya Manusia (SDM) di Lapas Sukamiskin tak berintegrias, sehingga harus diganti dengan yang baru melalui proses seleksi.

"Terkait SDM Lapas yang sangat tidak berintegritas, gampang disuap, gampang dipengaruhi dan gampang dibina. Karena itu saya mengusulkan semua SDM lapas diganti dengan yang baru dan diseleksi integritas bagi SDM yang lama," paparnya.

Lapas Koruptor 

Tidak hanya itu, Fickar menyebut lapas khusus para koruptor perlu ditinjau ulang, karena keberadaannya yang telah melahirkan diskriminasi antar-napi.

"Karena telah melahirkan diskriminasi dengan antar-narapidana. Yang punya uang terutama koruptor kelas kakap akan mendapatkan fasilitas yang paling baik, sedangkan napi lain yang tidak mampu akan menderita," tandasnya.

Lebih lanjut, Fickar menyarankan napi koruptor seharusnya dikembalikan pada yurisdiksi perbuatannya bukan dipindahkan ke lapas khusus koruptor. Alasannya, kata dia, adanya lapas khusus koruptor pun tak akan berpengaruh apa pun jika sistem pemasyarakatan dan integritas SDM lapas masih buruk.

"Napi koruptor dikembalikan pada yurisdiksi perbuatannya, Jangan dipindahkan khusus lapas koruptor, karena dipindahkan ke manapun juga, jika sistem pemasyarakatan dan integritas SDM lapasnya tidak diperbaiki, maka kejadian ini akan tetap berulang," jelasnya.

Efek Jera

Menurut Fickar, sistem masyarakat hanya bertujuan membina agar napi menyadari kesalahannya, memperbaiki diri agar tidak mengulang perbuatannya, dan dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa perlu melakukan korupsi.

"Jika dilihat tujuan pembinaannya, sama sekali tidak ada tujuan efek jera, sehingga program pembinaan lebih pada memberikan keleluasaan pada napi," ungkap Fickar.

Parahnya, justru petugas lapas yang dibina oleh para napi terutama napi korupsi. Hal ini terbukti dengan terkuaknya kasus jual beli sel tahanan. Napi bisa menikmati kamar mewah, bisa membawa kunci kamar sendiri dan bebas meninggalkan sel kapan pun.

"Bahkan yang terjadi sebaliknya, petugas lapas dibina oleh para napi koruptor. Indikator ini sudah jelas dengan fakta napi bisa dapat kamar mewah, memegang kunci kamar sendiri dan bebas meninggalkan sel kapan pun yang semuanya itu bisa dibina oleh uang," tandasnya.

Yasonna H. LaolyMenteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly. (Foto: Kemenkumham)

Alasan Pencopotan Jabatan

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait suap fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin dan telah menjerat Kalapas Sukamiskin, Wahid Husen.

Selain Wahid, KPK juga telah menjerat Hendry Saputra (HND) staf Wahid Husein, narapidana kasus korupsi Fahmi Darmawansyah (FD), dan Andri Rahmat (AR) yang merupakan narapidana kasus pidana umum/tahanan pendamping (tamping) dari Fahmi Darmawansyah.

Fahmi diduga memberikan sejumlah uang dan dua unit mobil kepada Wahid lewat Hendry dan Andri. Pemberian tersebut dilakukan Fahmi agar mendapat sejumlah fasilitas di dalam sel dan kemudahan keluar masuk Lapas Sukamiskin.

Dalam OTT itu, KPK turut menyita uang sejumlah Rp 279 juta dan US$ 1.410, serta dua unit mobil yakni Mitsubishi Triton Exceed dan Mitsubishi Pajero Sport Dakkar.

Terkuaknya kasus ini membuat Menkumham Yasonna H Laoly mengambil langkah tegas, yakni mencopot dua pejabat akibat peristiwa yang terjadi di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Mereka yang dicopot Yasonna dari jabatannya adalah Kepala Divisi Permasyarakatan Jawa Barat Alfisah dan Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat Indro Purwoko.

"Maka per hari ini saya memberhentikan Kakanwil Jawa Barat Indro Purwoko dan Kadivpas Jawa Barat Alfisah. Saya baru saja menandatangani surat keputusan pemberhentian Kakanwil dan Kadivpas," ujar Yasonna dalam konferensi pers di Kompleks Kemenkumham di Jakarta, Senin (23/7).

Yasonna menjelaskan alasan pemecatan tersebut karena dua pejabat di atas Kalapas Sukamiskin yaitu Wahid Husein yang baru saja dilengserkan karena menerima suap dari narapidana harus bertanggung jawab. Pasalnya, perkara suap adalah masalah serius yang harus diawasi oleh pejabat di atas Kalapas Sukamiskin.

KPK-Dirjen PAS

Usai pemecetan itu, melihat kondisi lapas yang memprihatinkan dinilai KPK perlu dibenahi. Melalui tugas Pencegahan, KPK melakukan koordinasi antara Deputi Bidang Pencegahan dan Dirjen PAS.

KPK mengharapkan Dirjen Lapas melakukan perbaikan menyeluruh terkait tata Kelola Lapas dan Rutan dengan memperhatikan pula rekomendasi KPK yang pernah disampaikan Tahun 2010.

Menurut Juru Bicara KPK, Ditjen PAS mengatakan sudah mempunyai program revitalisasi lapas dan rutan dan saat ini sudah berjalan. Namun, yang jadi masalah adalah jumlah narapidana sehingga harus ditempatkan di ruang yang sama.

"Menurut Ditjen Pas, masalah saat ini yang masih terjadi adalah over kapasitas sekitar 200 persen, bercampurnya narapidana berbagai tindak pidana, uang makan Rp 15 ribu per hari, kedekatan petugas dan napi, serta terpengaruhnya petugas oleh napi terutama korupsi, narkoba, dan terorisme," papar Febri kepada Tagar.

Langkah selanjutnya, kata Febri, KPK  telah menyerahkan hasil lengkap observasi 2010, dan Ditjen Pas menyerahkan data program revitalisasi lapas dan rutan. Selain itu KPK berencana membentuk tim di Kedeputian Bidang Pencegahan.

"Kami berharap upaya perbaikan dilakukan secara konsisten dan terus-menerus. Karena bahkan KPK sebelumnya pernah melakukan kajian, paparan hingga menyurati Presiden terkait perbaikan Lapas tersebut," tandasnya.

Febri mengatakan, surat tersebut telah dikirimkan pada Presiden tertanggal 18 Mei 2011 lalu, isinya mengenai keterlambatan implementasi saran dan perbaikan KPK terkait layanan kemasyarakatan. []

Berita terkait