Perundungan Audrey, Polisi Tetapkan Tiga Tersangka

Kasus perundungan siswi SMP Audrey dengan pelaku rata-rata masih SMA kini menjadi sorotan masyarakat.
Youtuber tekenal Indonesia, Atta Halilintar (kiri) menjenguk Audrey di rumah sakit. (Foto: Instagram/attahalilintar)

Jakarta, (Tagar 11/4/2019) - Kasus perundungan siswi SMP Audrey dengan pelaku rata-rata masih SMA kini menjadi sorotan masyarakat. Publik terkejut dengan motif serta tak terlihatnya penyesalan para pelaku kepada korban.

Dari kasus tersebut, polisi telah menetapkan tiga tersangka, FZ alias LL (17), TR alias AR (17) dan NB alias EC (17). Penetapan tersangka setelah polisi melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan hasil rekam medis dari Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.

"Dalam pemeriksaan terhadap pelaku, mereka juga mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Kapolresta Pontianak Kombes Pol Anwar Nasir dalam konferensi pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (19/4) malam.

Anwar mengatakan, penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku tidak dilakukan secara bersama-sama. Tetapi bergiliran atau satu per satu di dua tempat berbeda.

Untuk menangani kasus ini, kata dia, pihaknya juga bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak dalam menentukan tindakan hukum terhadap pelaku.

"Kami tetap bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, baik korban maupun tersangka, kami atensi untuk melakukan perlindungan. Kami tetap bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, baik korban maupun tersangka, kami atensi untuk melakukan perlindungan," ucapnya.

Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (10/4), polisi menghadirkan tujuh pelaku di Mapolresta Pontianak. Selama konfrensi pers berlangsung, seorang pelaku membantah tuduhan soal beredarnya informasi terkait mereka yang telah melakukan pelecehan dan kekerasan terhadap Audrey.

Kasus AudreyEmpat dari 12 siswi SMU yang diduga menjadi pelaku dan saksi dalam kasus penganiayaan siswi SMP berinisial AU (14) berdiskusi di sela jumpa pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019). Sebanyak 12 siswi SMU menjalani pemeriksaan kepolisian terkait dugaan penganiayaan yang terjadi di dua tempat berbeda yaitu halaman parkir di Jalan Sulawesi dan Taman Akcaya di Kota Pontianak pada Jumat (29/3/2019). (Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang)

Dalam memberikan klarifikasi, tujuh dari 12 siswi SMA yang terkait kasus dugaan kekerasan terhadap AD, saat itu didampingi komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Pontianak Alik R Rosyad dan sejumlah keluarga.

Dari klarifikasi itu, mereka menyebutkan tidak melakukan pengeroyokan. Namun mengaku berkelahi satu lawan satu. Namun teman-teman yang lain hanya menyaksikan. Ada juga yang mencoba melerai perkelahian tersebut.

"Jadi kami tidak mengeroyok Audrey. Kami berkelahi satu lawan satu," kata salah satu pelajar tersebut.

Dalam kasus ini , mereka yang hadir dalam konferensi pers itu secara bergantian menyampaikan permohonan maaf kepada korban AD.  

Memang dari pengakuan mereka tersebut, kejadian sebenarnya tidak seperti yang ramai diberitakan. Bahkan mereka mengaku sekarang ini mereka mendapatkan penghinaan, pembullyan hingga teror. Padahal kasus itu tidak seperti yang telah beredar luas ditengah masyarakat saat ini.

"Dan saya semua harus tahu, di sini itu saya korban. Karena saya sekarang sudah dibully, dihina, dicaci, dimaki, diteror. Padahal kejadiannya tidak seperti itu," ujar salah satu pelaku.

Terhadap ketiga pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini, ketiganya ini dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Ketiga tersangka terancam hukuman 3,5 tahun penjara.

Ketiga tersangka itu, dijerat dengan pasal  76C juncto Pasal 80 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Namun, sesuai dengan UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dilakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Tentunya polisi dalam penetapan ketiga tersangka itu pun  tidak sembarangan. Untuk menindak lanjuti kasus tersebut pun polisi juga melakukan pemeriksaan visum terhadap korban AD tersebut.  

Hasil visum pun juga dibeberkan oleh Kapolresta Pontianak Kombes M Anwar Nasir dalam jumpa pers di Pontianak, Rabu (10/4/) lalu. Hasil visum inilah yang mungkin dinantikan oleh masyarakat untuk mencari titik terang kasus itu.

Namun ternyata hasil visum itu yang cukup membuat heboh masyarakat. Dari hasil visum, kepala korban tidak bengkak dan tidak ada benjolan. Tidak ada memar di mata dan penglihatan normal.

Padahal pengakuan korban selama ini, terduga pelaku sempat menekan alat kelamin korban. Tetapi berdasarkan hasil visum tidak ada bekas luka di alat kelamin. "Alat kelamin, selaput dara atau hymen, intact. Tidak tampak luka robek atau memar. Kulit tidak ada memar, lebam, maupun bekas luka," ucap Anwar.

Kasus dugaan pengeroyokan AD di Pontianak yang terjadi beberapa waktu lalu tersebut, juga mendapatkan perhatian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Muhadjir hari ini langsung terbang ke Pontianak.

"Saya belum bisa berkomentar hari ini masih mau cek lapangan. Ya (ke Pontianak)," kata  Muhadjir, Kamis (11/4).  

Kasus ini pun juga  mendapatkan perhatian dari Presiden Joko Widodo. Dalam hal ini, Jokowi terlihat sedih dan marah atas kasus pengeroyokan terhadap siswi SMP di Pontianak, Audrey. Jokowi mengatakan perundungan, penganiayaan fisik, jauh dari nilai-nilai yang dipunyai bangsa Indonesia.

"Usulan revisi terhadap regulasi yang berkaitan dengan anak-anak itu satu hal, tapi yang paling penting lagi adalah budaya kita, etika kita, norma-norma kita, nilai agama kita, semua tidak memperbolehkan adanya perundungan, apalagi penganiayaan fisik," kata Jokowi dalam akun Instagram-nya, @jokowi, Rabu (10/4).  

Jokowi meminta Kapolri Jenderak Tito Karnavian segera mengusut tuntas kasus tersebut. Bahkan hingga ketingkat guru pun Jokowi dengan tegas mengingatkan kepada sosok pendidik untuk membimbing siswa agar tak terpengaruh efek negatif media sosial.

"Saya benar-benar berharap agar orang tua, guru, dan masyarakat turut bersama-sama merespons setiap perubahan-perubahan yang ada, mengawasi betul anak-anak kita, serta meluruskan hal-hal yang tidak benar," tandasnya.

Baca juga: 

Berita terkait