Jakarta - Kementerian Keuangan terus berupaya tetap menjaga penerimaan negara di tengah penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19 dalam negeri. Salah satu strategi yang dijalankan adalah melakukan terobosan regulasi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo mengatakan dengan adanya Perppu tersebut pemerintah memiliki peluang untuk melakukan pengenaan pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Sebab, sesuai Undang-Undang PPN yang berlaku saat ini pemerintah tidak dapat menunjuk subjek pajak luar negeri.
Menurutnya yang bertanggung jawab membayar PPN atas pemanfaatan barang tidak berwujud ataupun jasa yang bersumber dari luar Daerah Pabean adalah pihak Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan yang ada di Indonesia.
“Subjek pajak luar negeri dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN. Jadi, nanti tiap transaksi barang tidak berwujud atau jasa yg berasal dari subjek luar negeri yang dimanfaatkan di Indonesia, jika subjek pajak tersebut ditunjuk sebagai pemungut maka PPN akan dipungut subjek pajak yang bersangkutan,” ujar Suryo Utomo dikutip Tagar dalam siaran pers kemenkeu.go.id, Kamis, 23 April 2020.
Baca juga: Tutup 30 April, Dirjen Pajak Imbau Lapor SPT Online
Ia menuturkan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 juga diatur mengenai pengenaan pajak penghasilan terhadap Badan Usaha Tetap (BUT) Luar Negeri (LN). Pasalnya, peraturan yang berlaku sekarang BUT LN hanya dapat dikenai Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan kehadiran fisik di Indonesia.
Dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 jangkauannya diperluas dengan menghitung significance economic presence (SEP) atau signifikansi kegiatan ekonominya. "Jika pemerintah mampu menghitung SEP BUT LN, maka kita akan dapat memajaki pajak penghasilan," tuturnya.
Regulasi tersebut, kata dia masih akan disusun dan diformulasikan mekanisme dan penghitungan SEPnya. SEP dapat berupa jumlah penjualan di Indonesia, omzet konsolidasi grup, dan juga jumlah aktif pengguna media digital.
Apabila tidak dapat dikenai PPh, maka menurutnya akan dikenai pajak transaksi elektronik yang nantinya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Namun DJP tengah menunggu solusi jangka panjang yang sedang dirumuskan oleh G-20.
“Spesifik untuk pajak transaksi elektronik ini kami terus komunikasi dengan working group yang menangani long term solution ini,” ucapnya. []