Perintah Kapolri: Cegah dan Redam, Alihkan Aksi Unjuk Rasa

Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) yang meminta jajarannya mencegah, meredam, dan mengalihkan aksi unjuk rasa kelompok buruh.
Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis saat rapat dengar pendapat atau RDP dengan Komisi III DPR RI, Rabu, 30 September 2020 di Jakarta. (Foto: Tangkapan layar YouTube)

Jakarta - Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) yang meminta jajarannya mencegah, meredam, dan mengalihkan aksi unjuk rasa kelompok buruh terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law, Cipta Lapangan Kerja yang akan disahkan pemerintah hari ini, Senin, 5 Oktober 2020.

Telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020 itu ditandatangani oleh Asops Irjen Imam Sugianto atas nama Kapolri Jenderal Idham Azis. Sebagaimana termaktub dalam surat itu, unjuk rasa di tengah pandemi disebut akan berdampak pada faktor kesehatan, perekonomian, moral dan hukum di tatanan masyarakat.

Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid

"Ya benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah Pandemi Covid-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020.

Surat telegram tersebut dikeluarkan demi menjaga kondusiftas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di saat pandemi Covid-19. Terlebih, saat ini pemerintah sedang berupaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Argo menambahkan, dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, penyampaian aspirasi atau demonstrasi memang tidak dilarang.

Namun, kata Argo, di tengah situasi pandemi virus corona seperti ini, kegiatan yang menimbulkan keramaian massa sangat rawan terjadinya penyebaran Covid-19 lantaran mengabaikan penerapan standar protokol kesehatan.

"Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," ucap Argo.

Masih dalam surat telegram tersebut, Kapolri juga meminta agar jajarannya melaksanakan kegiatan fungsi intelijen dan pendeteksian dini guna mencegah terjadinya aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang berpotensi terjadinya konflik sosial serta aksi anarkis di wilayah masing-masing.

Melakukan pemetaan di perusahaan atau sentra produksi strategis dan memberikan jaminan keamanan dari adanya pihak-pihak yang mencoba melakukan provokasi atau mencoba memaksa buruh ikut mogok kerja serta unjuk rasa.

Melakukan koordinasi dengan seluruh elemen masyarakat, hingga melakukan patroli cyber pada media sosial dan manejemen media terkait dengan pembangunan opini publik. Lakukan kontra narasi isu yang mendiskreditkan pemerintah.

Selain itu, seluruh jajaran di wilayah juga dilarang memberikan izin unjuk rasa dan kegiatan yang menimbulkan keramaian massa. Antisipasi harus dilakukan di hulu dan lakukan pengamanan terbuka serta tertutup.

Kemudian, melakukan pencegahan adanya aksi unjuk rasa yang menyasar penutupan jalan tol. Menerapkan penegakan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal KUHP dan kekarantinaan kesehatan.

Serta, menyiapkan rencana pengamanan dengan tetap mempedomani Perkap Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pengendalian Massa, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dan Protap Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis.

Terakhir, seluruh jajaran Polri di wilayah masing-masing diminta untuk terus melaporkan kesiapan dan setiap kegiatan yang dilakukan kepada Kapolri dan Asops.

Meneruskan catatan Kompas.com, pemerintah memastikan RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan hari ini, Senin, 5 Oktober 2020.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengungkapkan hal tersebut ketika menggantikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memberikan paparan dalam acara Bulan Inklusi Keuangan tahun 2020.

"Izinkan saya menyampaikan permohonan maaf dari Bapak Menko Perekonomian, karena pada saat yang sama beliau diminta untuk ikut sidang Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja pada hari ini, sehingga beliau mendadak mendelegasikan kepada saya," ujar Iskandar.

Sebelumnya, rencana mengenai pengesahan RUU Cipta Kerja untuk dilakukan siang ini mencuat akibat surat Kepala Badan Persidangan Paripurna DPR tertanggal 29 September 2020 yang tersebar di kalangan awak media.

Dalam surat itu tertulis, rapat paripurna yang dijadwalkan hari ini pukul 14.00 WIB itu, tertulis salah satu agenda yakni pengambilan keputusan tingkat II RUU Cipta Kerja.

Ada pula surat pimpinan DPR mengagendakan rapat Bamus pada pukul 12.30 WIB hari ini. Salah satu agendanya ialah membicarakan surat masuk dari Ketua Badan Legislasi DPR RI Nomor LG/11858/DPR RI/X/2020 tanggal 2 Oktober tentang RUU Cipta Kerja.

Padahal, pengambilan keputusan tingkat I baru dilaksanakan pada Sabtu, 3 Oktober 2020. Saat itu, tujuh fraksi partai politik di DPR RI, DPD RI, dan pemerintah menyepakati Omnibus Law RUU Cipta Kerja selesai dibahas di tingkat I. []

Berita terkait
Kapolri: Patroli Cyber Lawan Narasi Tolak Omnibus Law
Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) yang meminta jajarannya melakukan patroli cyber pada media sosial.
Kapolri Kerahkan Intelijen Deteksi Demo Penolak RUU Ciptaker
Kapolri Jenderal Idham Azis meminta jajarannya melaksanakan kegiatan fungsi intelijen dan pendeteksian dini guna mencegah aksi unjuk rasa.
Omnibus Law, Demokrat: Bus yang Baik Antar Penumpang Selamat
Jansen ibaratkan RUU Cipta Kerja layaknya seperti bus yang mengantarkan penumpang dengan selamat, tanpa harus membandingkan penumpangnya.