Kapolri Kerahkan Intelijen Deteksi Demo Penolak RUU Ciptaker

Kapolri Jenderal Idham Azis meminta jajarannya melaksanakan kegiatan fungsi intelijen dan pendeteksian dini guna mencegah aksi unjuk rasa.
Aktivis Greenpeace memasang poster pada manekin saat aksi damai menolak pembahasan RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020. Aksi tersebut menyerukan kepada pemerintah dan anggota DPR untuk tidak melanjutkan pembasan RUU Cipta Kerja karena kurang berpihak kepada rakyat, lebih menguntungkan korporasi serta dinilai mengancam kelestarian lingkungan. (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)

Jakarta - Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) yang meminta jajarannya melaksanakan kegiatan fungsi intelijen dan pendeteksian dini guna mencegah terjadinya aksi unjuk rasa kaum buruh pada 6-8 Oktober 2020 terkait pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law, Cipta Lapangan Kerja.

Telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020 itu ditandatangani oleh Asops Irjen Imam Sugianto atas nama Kapolri Jenderal Idham Azis. Sebagaimana termaktub dalam surat itu, unjuk rasa di tengah pandemi disebut akan berdampak pada faktor kesehatan, perekonomian, moral dan hukum di tatanan masyarakat.

Ya benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah Pandemi Covid-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan adanya surat telegram rahasia tersebut. Menurut Argo, di tengah Pandemi Covid-19 seperti ini, keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto.

"Ya benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah Pandemi Covid-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto," ujar Argo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020.

Surat telegram tersebut dikeluarkan demi menjaga kondusifitas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di saat pandemi Covid-19. Terlebih, saat ini pemerintah sedang berupaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Argo menambahkan, dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, penyampaian aspirasi atau demonstrasi memang tidak dilarang.

Namun, kata Argo, di tengah situasi pandemi virus corona seperti ini, kegiatan yang menimbulkan keramaian massa sangat rawan terjadinya penyebaran Covid-19 lantaran mengabaikan penerapan standar protokol kesehatan.

"Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," ucap Argo.

Sebelumnya, pada Sabtu, 3 Oktober 2020, sekira pukul 22.50, tujuh fraksi partai politik di DPR RI, DPD RI, dan pemerintah menyepakati Omnibus Law RUU Cipta Kerja selesai dibahas di tingkat I. Selanjutnya, RUU Cipta Kerja tinggal menunggu pengesahan di pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI.

Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menjelaskan, ada 7 fraksi yang menerima dan 2 fraksi lainnya menolak. Sementara, perwakilan pemerintah dan DPD RI tak ada yang menolaknya. Lantas, politikus Partai Gerindra tersebut segera meminta persetujuan forum.

"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Cipta kerja ini bisa kita setujui untuk diteruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?" kata Supratman saat memimpin rapat Baleg.

"Setuju!" jawab para peserta rapat. []

Berita terkait
Kapolri Idham Aziz : Tidak Usah Tunggu Ayam Berkokok, Copot!
Kapolri Idham Aziz tengah memerintah Kapolda Jateng untuk mencopot Kapolsek Tegal terkait kasus konser dangdut di masa pandemi.
FSPMI Ikut Aksi Mogok Nasional Tolak RUU Ciptaker
Aksi unjuk rasa dan mogok nasional akan digelar para buruh di beberapa titik tepatnya di depan perusahaan yang ada di Cirebon 6 sampai 8 Oktober
Dinilai Cacat Substansi, PKS Tegas Menolak RUU Cipta Kerja
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR menyatakan secara tegas menolak penetapan Rancangan Undang-undangan (RUU) Omnibus Law Cipta kerja.