Oleh: Tito Sianipar*
Ustaz Abdul Somad alias UAS jadi topik perbincangan jagad internet akhir-akhir ini. Berbagai tulisan dan pendapat soal apa yang dikatakan UAS tentang salib dan Yesus Kristus bertebaran di berbagai platform. Semua hampir rata: mengecam UAS. Bahkan beberapa opini yang dituliskan sahabat muslim dengan kepala tegak meminta maaf kepada umat Kristiani yang tersinggung.
Tidak perlu menyitir kembali apa yang diucapkan UAS di sini. Tidak perlu juga membahas pembenaran atau dasar tertulis dari apa yang dia ucapkan. Sepenggal video itu masih perlu diklarifikasi, terutama tentang maksud dan motifnya mengatakan hal tersebut. Tapi saya tidak masuk ke situ, saya hanya ingin mengungkapkan apa yang ada di pendapat saya sebagai Katolik menyikapi wacana ini.
Secara pribadi, saya tidak tersinggung sama sekali. Saya lebih dekat dengan apa yang dikatakan Gus Dur, "Tuhan kok dibela." Ngapain ikut-ikutan mencerca UAS karena dia, bilanglah, menghina Yesus dan salib sebagai simbol penderitaan Kristiani. Saya sendiri merasa tak layak sebagai pembela Yesus dan salib.
Secara pribadi, saya tidak tersinggung sama sekali. Saya lebih dekat dengan apa yang dikatakan Gus Dur, Tuhan kok dibela.
Kalau bisa bertemu dan bertanya langsung, saya akan mengatakan, "Sus, bagaimana nih? Masak kita enggak melawan?"
Saya yakin Yesus akan menjawab, "Sudah biarkan saja."
"Loh kenapa Sus?"
"Apakah dengan dia mengatakan demikian cinta kasihmu dan imanmu terhadapKu akan luntur?"
"Ya tentu tidak Bapa. Tapi bukankah dia sudah menghinaMu?"
"Aku sudah terbiasa dihina sejak dahulu, bahkan aku sendiri mati dengan cara hina oleh penguasa ketika itu. Apakah kehinaan-kehinaan itu akan membuatmu meninggalkanKu?"
Selanjutnya tentu saya terdiam. Yesus saja woles. Kenapa saya harus sibuk dan bahkan mengisi hati dan diri dengan segala kebencian akan apa yang diucapkan orang lain? Kira-kira itulah dasar imajinatif saya untuk tetap berada di jalur Gus Dur: "Tuhan kok dibela." Dia Maha Besar, Maha Kuasa, dan Maha Segalanya. Yesus saja sebelum wafat sempat mendoakan mereka-mereka yang menyalibkanNya, "Ampuni mereka Tuhan karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Ajaran Kristiani itu berlandaskan kasih. Saya punya keyakinan akan isi ajaran agama saya. Sama yakinnya saya, bahwa Yesus sendiri akan tetap mengasihi bahkan mendoakan UAS, sama seperti ketika Dia mendoakan para penyalibNya. Dan saya akan setia mengikutiNya; dengan tetap mendoakan UAS.
Karena pemimpin tertinggi umat Katolik dunia Paus Fransiskus pernah mengatakan sesuatu soal esensi beragama. Dia menyebut bahwa tidak ada jaminan seorang Katolik masuk surga, sembari menambahkan bahwa seorang ateis yang tak beragama lebih layak masuk surga jika berkelakuan baik.
Setelah membaca berita soal kata-kata Paus ketika itu, saya sempat berpikiran, "Ah lebih baik jadi ateis. Untuk apa ke gereja tiap minggu. Yang pasti, selalu berbuat baik memang itu yang kita ingin lakukan di dunia ini." Tapi saya hanya mengambil intinya: selalu berusaha berbuat kebaikan.
Dan itulah yang saya ingin lakukan saat ini, termasuk terhadap UAS yang sedang menjadi trending topic. Saya juga akan berbuat baik kepadanya. Jika Yesus saja mendoakan para penyalibNya, kenapa saya harus membenci. Karena membenci bukanlah perbuatan baik.
*Wartawan lepas, lulusan Ilmu Politik Universitas Indonesia