Penumpang Gelap Demokrasi Intai Mahkamah Konstitusi

Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta, sebut teroris datang kapan dan di mana saja, memanfaatkan momentum kerumunan massa.
Sebuah sepeda motor tergeletak di jalan Thamrin pasca kerusuhan yang terjadi di Bawaslu. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta - Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta, menyebut ancaman terorisme dapat datang kapan saja, dan di mana saja, serta memanfaatkan momentum di tengah kerumunan massa. Hal itu bisa saja terjadi saat Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2019 hari ini, Kamis 27 Juni 2019. 

“Ancaman terorisme tidak hanya terjadi pada momen pemilu. Ancaman terorisme terjadi memang sepanjang waktu di Indonesia karena potensi itu sangat besar dan bisa terjadi kapan saja,” kata Stanislaus saat dikonfirmaasi Tagar, Selasa, 25 Juni 2019.

Ia menjelaskan bahwa teroris sengaja mencari momentum tertentu yang menjadi daya tarik utama bagi kelompok radikal atau pelaku teror dalam menjalankan aksi. Dengan adanya konsentrasi aparat keamanan, lanjut dia, menjadi alasan yang kuat bagi kelompok teror untuk menjalankan aksinya dan hal tersebut patut diwaspadai

“Ancaman teror fokus pada momentum yang membuat daya tariknya lebih kuat seperti ada konsentrasi massa, konsentrasi aparat keamanan dan ada pengerahan media. Ini menjadi daya tarik mereka untuk melakukan aksi teror,” jelasnya.

Memang ada kelompok teroris sudah menyiapkan diri. Ada 30 orang sudah masuk Jakarta.

Menurut Stanislaus, relawan Prabowo-Sandiaga, Persaudaraan Alumni atau PA 212, dan Front Pembela Islam (FPI) yang berniat tetap datang ke sidang putusan MK, sebaiknya massa tak datang ke area Jalan Medan Merdeka Barat karena rawan penumpang gelap demokrasi. Massa tersebut sebenarnya tak mengindahkan imbauan Prabowo dan kepolisian.  

Dia juga menyatakan kalau MK tidak boleh diintervensi dengan pengerahan massa. Dalih halalbihalal PA 212 dan ormas keagamaan konteksnya lebih condong ke politik

“Di sini akan ada keputusan hukum terkait dengan masalah politik dengan menggunakan simbol dan acara keagamaan. Ini sangat tidak tepat, inilah penumpang gelap nya dan ini (FPI dan PA 212) bukan gerakan politik. Urusannya apa? ini menjadi anomali,” kata Stanislaus.

Menurut dia yang berlindung dan mendukung Prabowo terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok politik. Kedua adalah kelompok ideologi. Prabowo hanya dapat mengendalikan kelompok politiknya. Sementara untuk kelompok ideologi tak bisa mengendalikan. 

“Karena memang ada kelompok ideologi keagamaan dari kubu 02 yang mereka memang penumpang gelap demokrasi,” tegasnya lagi.

Meskipun demikian, ia memandang demonstrasi di MK akan berjalan dengan kondusif. Lebih baik lagi, apabila Jokowi dan Prabowo melakukan rekonsiliasi sebelum sidang putusan diumumkan.

30 Teroris Masuk Jakarta

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengatakan tim gabungan TNI-Polri sudah memetakan potensi kerawanan menjelang sidang putusan sengketa Pilpres 2019 di MK. Moeldoko menyebut sebanyak 30 terduga teroris terdeteksi masuk Jakarta.

"Memang ada kelompok teroris sudah menyiapkan diri. Ada 30 orang sudah masuk Jakarta. Sudah kita lihat dan kenali, enggak usah khawatir. Kalau terjadi sesuatu, tinggal kita ambil aja," kata Moeldoko di gedung Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 26 Juni 2019.

Selain kelompok teroris, Moeldoko menyebut akan ada sekitar 2500-3000 massa yang turun ke jalan di sekitar Gedung MK. Ia memastikan bahwa aparat sudah mengantisipasi hal itu. 40.000 personel TNI dan Polri telah dikerahkan. 

Moeldoko tak bersedia mengungkap para teroris yang sudah terdeteksi. Ia meminta masyarakat tidak perlu risau. 

"yang penting sudah diikutin," ujar Moeldoko. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.