Pengusul RUU HIP Mungkin Megawatisme

Pengusul RUU HIP bukan Soakenoisme sejati, tapi mungkin Megawatisme. Begitu statemen pegiat PSP UGM Yogyakarta M. Jazir.
Anggota MPR RI Cholid Mahmud (kiri) dan Pegiat PSP UGM Yogyakarta, Muhammad Jazir dalam diskusi tentang Pancasila di Yogyakarta. (Foto: Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Tokoh pegiat Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Jazir mengatakan, pengusul Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) merupakan kelompok pendompleng Soekarnois. Mereka memanfaatkan nama besar Soekarno untuk mengubah Pancasila sebagai dasar negara.

Dia mengatakan, Soekarnois sejati pasti sudah paham tentang sejarah lahirnya Pancasila. "Pancasila menurut Soekarno itu ya Pancasila yang resmi sekarang ini, bukan pancasila yang dipadatokan Soekarno pada 1 Juni," katanya saat menjadi pembicara Sosialiasi 4 Pilar MPR yang digelar oleh Anggota MPR Cholid Mahmud di Yogyakarta, Minggu, 5 Juli 2020.

Menurut Jazir, jika ada orang yang memanfaatkan pidato Soekarno 1 Juni, Pancasla bisa diubah menjadi Trisila atau Ekasila, itu pasti bukan Soekarnois. Mereka yang memanfaatkan itu adalah orang yang mendompleng Soekarno untuk merusak Pancasila. Soekarno sangat menghargai perjanjian luhur.

"Soekarno sudah meninggalkan usulan Pancasila yang dipidatokan pada 1 Juni. Soekarno menjadi pembela Pancasila yang sudah melalui kompromi itu. Jadi jika Soekarnois paham pemikiran, tidak mungkin ada RUU HIP, ini mungkin Megawatisme. Kalau Soekarno sudah final, yang dideskritkan pada 5 Juli 59," kata Jazir.

Dia menganalisis pihak yang mengusulkan RUU HIP merupakan penunggang Soekarnoisme. Sejarah menulis cara seperti sudah sering dilakukan komunis. Sama seperti saat PKI ingin membubarkan HMI, itu yang punya ide CGMI tapi pinjam tangan Soekarno. Ingin membubarkan Masyumi, pinjam tangan Soekarno. "Jadi pengusul RUU HIP itu adalah kelompok kabinet komunis yang ingin mendapat dukungan dari Soekarnoisme," ungkapnya.

Jadi jika Soekarnois paham pemikiran, tidak mungkin ada RUU HIP, ini mungkin Megawatisme.

Sementara itu Cholid Mahmud menjelaskan, fakta sejarah menunjukkan dasar Negara Pancasila terlahir dari hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa. Rumusan-rumusan dasar negara yang muncul pada Sidang BPUPKI, 28 Mei hingga 1 Juni 1945 masih baru bersifat usulan personal. Fakta historisnya, rumusan dasar negara yang disepakati bersama adalah rumusan Pancasila Hasil Sidang PPKI, 18 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Dia menjelaskan, sebelumnya, BPUKPI di akhir sidangnya, membentuk Panitia Kecil (Panitia Sembilan) yang juga diketuai Soekarno yang kemudian menghasilkan rancangan Preambule (Pembukaan UUD NRI) yang dikenal dengan Piagam Jakarta, 22 Juni 1945. Dalam Piagam Jakarta tersebut, disepakati bersama negara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan seterusnya. Kesepakatan ini pada waktu dianggap sebagai "gentlemen agreement" (kesepakatan kompromis) antara golongan kebangsaan dan golongan agama.

Namun, setelah Kemerdekaan diproklamasikan, pada hari, Jumat, 17 Agustus 1945, ada protes keberatan dari saudara-saudara kita di Indonesia timur, maka atas kearifan para ulama dan tokoh bangsa, Sidang PPKI, 18 Agustus 1945 bersepakat mencoret 7 kata Sila pertama Piagam Jakarta sehingga rumusannya berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa hingga sekarang.

Cholid mengatakan, sejarah juga mencatat dinamika berbangsa dan bernegara ternyata berlanjut, bahkan hingga 1959. Perdebatan tentang dasar negara memanas kembali pasca dibentuknya Majelis Konstituente yang bertugas menyusun konstitusi baru RI. Polarisasi pendapat menguat, rumusan UU Dasar tak kunjung selesai.

"Maka Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden, 5 Juli 1959 yang mengembalikan kostitusi ke UUD NRI 1945. Dalam Dekrit Presiden ini disebutkan ”Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut," ujar Senator dari Dapil DIY. []

Berita terkait
Golkar Waspada Musang Berbulu Domba soal RUU HIP
Tiga ormas pendiri Partai Golkar atau Trikarya (Kosgoro 1957, MKGR dan Soksi) tegas menolak RUU HIP.
Golkar Sebut Pancasila Bukan Jeruk yang Diperas
Politikus Patai Golkar Gandung Pardiman menyentil yang menyebut Pancasila bisa diperas menjadi Trisila atau Ekasila.
Profil Ketua PBNU Said Aqil Siradj Pengusul RUU BPIP
Profil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj pengusul RUU BPIP, agar mencabut saja RUU HIP dari Prolegnas 2020.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.