Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja bisa berdampak terhadap pelaku usaha yang mau ekspansi. Ini lantaran ada ribuan aturan teknis dari mulai PP, Permen, sampai ke Perda yang berubah akibat UU Cipta Kerja.
Standar negara maju dalam berinvestasi sangat ketat terkait lingkungan hidup.
"Ini kan menjadi kontraproduktif karena pelaku usaha mau ekspansi, merekrut tenaga kerja menjadi berpikir ulang terkait dengan perubahan regulasi yang ada," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Selasa, 6 Oktober 2020.
Menurut Bhima, yang dibutuhkan sebenarnya adalah kepastian hukum pada saat resesi. "Tapi banyak investor dan pelaku usaha yang akan wait and see menunggu aturan teknis Omnibus Law keluar," ucapnya.
Selain itu, kata dia, investor kakap juga mengirimkan surat keberatan atas pengesahan Omnibus Law karena berdampak negatif pada lingkungan hidup. "Padahal standar negara maju dalam berinvestasi sangat ketat terkait lingkungan hidup," ujar Bhima.
Jika prinsip dasat tersebut diturunkan standarnya dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, menurut Bhima sulit mengharapkan adanya investasi besar dari negara maju. "Sekali lagi, keluarnya dana asing dan nota protes dari investor itu tanda adanya ketidakpercayaan bahwa omnibus law adalah solusi menarik investasi dan pemulihan ekonomi di tengah resesi," tutur Bhima.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengetok palu yang artinya RUU Omnibus Law Cipta Kerja sah menjadi undang-undang pada Senin sore, 5 Oktober 2020. Padahal, undang-undang tersebut mendapat banyak perhatian publik lantaran isinya yang dinilai menghilangkan hak-hak pekerja. []
- Baca Juga: Deretan Serikat Pekerja Tak Ikut Aksi Mogok UU Cipta Kerja
- Azis Syamsuddin Luruskan Hoaks Omnibus Law UU Cipta Kerja