Aceh Tamiang - Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, mencatat, jumlah penderita penyakit Tuberculosis (TBC) selama 2 tahun terakhir, tahun 2019 hingga tahun 2020 mencapai 610 kasus. Dari jumlah tersebut, angka kasus di tahun 2020 hingga memasuki awal bulan November sebanyak 175 kasus.
"Jumlah itu menurun dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2019, yakni sebanyak 426 kasus," kata bagian program pemberantasan penyakit menular langsung Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang, Ns Wan Arfi Nazli kepada Tagar, Senin, 2 November 2020.
Data itu, kata Arfi, belum termasuk jumlah data yang masuk ke dinas kesehatan dari fasilitas kesehatan (faskes) swasta yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang, seperti, klinik dan praktek.
Jika semua faskes yang ada melaporkan kasus itu ke dinas, mungkin data itu bisa lebih.
Sebab kata dia banyak faskes swasta yang tidak melaporkan temuan kasus TBC ke pihak Dinas Kesehatan, padahal, dinas sendiri jauh sebelumnya telah menyampaikan hal itu ke klinik-klinik, praktek, dan rumah sakit swasta agar setiap mendapatkan kasus itu, segera melaporkan ke dinas, agar pihak dinas dapat mendata jumlah kasus yang terjadi di kabupaten itu.
"Jika semua faskes yang ada melaporkan kasus itu ke dinas, mungkin data itu bisa lebih," katanya.
Pada kesempatan itu, Arfi juga menjelaskan, salah satu faktor penyebab pemicu orang terjangkit TBC di antaranya, lingkungan kumuh, rumah yang berdempetan antara satu dan lainnya, kemudian tidak adanya pentilasi udara di rumah, yang menyebabkan cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah.
"Sebab, micro bakterium tuberculosis atau bakteri penyebab TBC cepat berkembang pada kondisi lembab," katanya.
Selain itu, masih tingginya kasus TBC juga di sebabkan oleh beberapa faktor lain, di antaranya, si penderita tidak mau berobat secara rutin, meskipun gratis. Kemudian, adanya stigma di masyarakat tentang penyakit TBC merupakan penyakit keturunan. Dan yang paling banyak adalah, kurangnya dukungan dari keluarga untuk berobat.
Sementara, kata dia, penularan TBC hanya dapat terjadi melalui droplets atau bersin. "Jadi, ketika penderita bersin, caranya terhirup oleh orang lain," katanya.
Arfi mengaku, penderita TBC dapat sembuh ketika yang bersangkutan rutin melakukan pengobatan dengan rentang waktu yang ditentukan.
"Jika hanya menderita TBC sensitif obat, atau TBC ringan, dapat sembuh jika rutin minum obat selama rentan waktu 6 bulan," katanya.
Sedangkan penderita TBC resisten, atau yang sudah berat, pengobatan dilakukan selama 12 hingga 22 bulan. Sebab, kata dia, penderita untuk stadium itu, si pasien kebal terhadap obat awal, atau sewaktu - waktu si pasien dapat kambuh.
Untuk itu, Arfi mengimbau kepada masyarakat yang sedang menderita TBC, agar jangan sampai berhenti atau malu untuk datang ke faskes yang telah ditentukan untuk melakukan pemeriksaan dan mengambil obat yang telah disediakan pihak dinas kesehatan.
"Sebab penyakit ini dapat sembuh, dengan catatan, si pasien tidak putus meminum obat dalam jangka waktu yang telah ditentukan," katanya.
Meski demikian, Arfi mengaku, pihak dinas kesehatan sendiri terus melakukan pendataan dan pengawasan terhadap penderita TBC yang ada di kabupaten itu, melalui faskes yang ada.
"Itu dilakukan guna upaya menekan angka penderita TBC di Aceh Tamiang," ujarnya. []