Jakarta - Ular kobra salah satu hewan melata mematikan, racunnya mampu membunuh gajah. Menangani hewan berbisa ini membutuhkan penanganan khusus, yaitu dengan melakukan 'imobilisasi'.
Karena (cara-cara tersebut) tidak ada korelasinya dengan kelenjar getah bening.
Dr. Tri Maharani mengatakan kepada Tagar melalui sambungan telepon, selama ini terjadi kesalahpahaman penanganan dini terhadap gigitan ular berbisa. Tri menyebutkan langkah yang paling tepat ialah dengan melakukan imobilisasi.
"Imobilisasi adalah membuat tidak bergerak bagian yang tergigit ular. Kalau misalnya tangan, berarti tangan lah yang dilakukan imobilisasi," ucapnya.
Ia mengatakan dari ujung jari sampai pangkal sendi yang tidak bergerak, dimanapun lokasi gigitannya. Kalau lokasi gigitannya di tangan bawah atau tangan atas, lanjut dia, tidak jadi masalah. Menurutnya, imobilisasi dari ujung jari sampai sendi yang tidak bergerak.
Tri yang ikut merumuskan resolusi World Health Organization (WHO) tentang reduksi gigitan ular mengatakan cara-cara penanganan awal seperti menyedot bagian yang digigit ular untuk dikeluarkan darahnya merupakan kesalahan besar.
Banyak orang yang salah, kata dia, karena masih berpikir bisa ular itu lewat pembuluh darah, itu salah semua. Karena dari riset WHO, lanjutnya, terbukti bahwa bisa ular itu tidak lewat pembuluh darah, tetapi kelenjar getah bening.
"Maka tidak ada cara-cara penanganan awal seperti itu, itu salah semua. Karena (cara-cara tersebut) tidak ada korelasinya dengan kelenjar getah bening," ujar satu-satunya Dokter Pakar Bisa Ular di Indonesia ini.
Tri yang tercatat sebagai Dokter Spesialis di Rumah Sakit Kusta Kediri, Jawa Timur ini lantas menjelaskan tata cara melakukan imobilisasi terhadap korban dengan tepat dan benar, yaitu dengan menggunakan bahan-bahan semisal kayu, bambu, kardus, dan sebagainya untuk mempersulit manuver anggota tubuh yang menjadi area gigitan ular berbisa.
"Maksudnya adalah supaya otot-otot tadi tidak bergerak, sehingga kelenjar getah bening yang ada di antara otot-otot tadi tidak men-drainase-kan isi dari bisa ular," katanya.
Drh Nur Purba Priambada yang biasa dipanggil Purbo, Kepala Divisi Profesi Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuastik, dan Hewan Eksotik pun mengatakan hal yang sama. Purbo juga menambahkan, korban gigitan ular berbisa masih perlu melalui tahap pengawasan medis meskipun telah dilakukan imobilisasi.
"Tetap butuh penanganan medis, pengawasan medis, karena itu kan dilakukan secara berkala. Walaupun kita imobilisasi selama 24-48 jam, tapi tetap butuh penanganan yang tepat dari praktisi medis. Nanti secara berkala mereka evaluasi bahwa si bisanya menjalar apa engga," tutur Purbo.
Selanjutnya Purbo pun menjelaskan dua fase yang akan dialami seseorang yang terkena gigitan ular berbisa, yakni fase lokal dan fase sistemik. Ia mengatakan, fase lokal ialah fase dilakukannya imobiliasasi sehingga racun ular berbisa tersebut tidak menyebar dan masuk ke fase sistemik yang membutuhkan perawatan lebih intensif.
"Bahkan mungkin ada orang sudah kena fase sistemik, terus ditangani pakai anti bisa ular segala macam, sudah selamat nih, survive. Itu tetap harus dikontrol sampai 10 hari ke depan. Karena dari gigitan itu, kemungkinan ada efek yang muncul lagi, jadi harus benar-benar diawasi," katanya. []