Bandung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mengaku tidak bisa memublikasikan data penerima bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat karena ada aturan di Kementerian Sosial (Kemensos) yang melarang hal tersebut.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar, Daud Ahmad mengatakan memublikasikan data penerima bantuan sosial tidaklah wajar. Sebab, data penerima bantuan sosial bukanlah data daftar orang terkaya tetapi data mereka yang miskin.
"Dan harus diingat apakah penerima bansos itu menerima (mau) datanya dibuka (ke publik)," kata Daud di Bandung, Rabu, 29 April 2020.
Kata Daud, pihaknya juga tidak berniat menutup-nutupi data penerima bantuan sosial kepada masyarakat. Tetapi dia berjanji akan membuka data yang masih bisa dipublikasikan kepada masyarakat seperti, jumlah bansos yang sudah siap didistribusikan, update jumlah bantuan yang sudah distribusikan hingga jumlah bantuan sosial yang sudah diterima ataupun yang ditolak masyarakat.
"Kami punya data (yang bisa dipublikasikan), misalkan bantuan yang sudah siap per hari, per jam, update-nya, tetapi nanti kalau sudah disepakati untuk bisa dibuka," ujar Daud.
Dia menyampaikan sampai hari ini distribusi bantuan sosial tetap masih berjalan, meski diakui banyak dinamika seperti penolakan dari masyarakat. Namun sejauh ini, data terakhir bantuan sosial Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah diserahkan kepada kurang lebih 23.700 KK.
"Dan yang mengembalikan sekitar 7 persen dari angka penerima (sekitar 1.659). Ada yang menolak karena ada banyak hal (alasan) seperti NIK tidak sesuai dan sebagainya," tutur dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk membuka akses data penerima bantuan, realisasi bantuan dan anggaran yang tersedia kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
Hal itu tertuang dalam surat edaran (SE) No. 11 Tahun 2020 yang ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional maupun daerah. []