Pembatalan RUU HIP, Baleg DPR Tunggu Surat Presiden

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan pembatalan RUU HIP harus menggunakan surat presiden.
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya. (Foto: Tagar/Poppy Rakhmawaty)

Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP tidak bisa langsung dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, karena saat ini sudah menjadi domain pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah perlu mengeluarkan surat presiden atau Surpres.

"DPR sudah ada aturannya, jika RUU sudah diambil keputusan di Rapat Paripurna maka untuk membatalkannya harus di paripurna. Lalu saat ini RUU HIP sudah masuk ranah pemerintah. Maka tunggu pemerintah, karena saat ini domainnya bukan di DPR," kata Willy di Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020. 

Pemerintah akan kirimkan Surpres, bisa membatalkan, bisa tindaklanjuti.

Dia mengatakan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly sudah menjelaskan bahwa pemerintah punya waktu 60 hari kerja setelah DPR mengirimkan RUU HIP. 

Baca juga: Pakar: Istana dan Senayan Saling Ngeles Soal RUU HIP

Menurut Willy, sebelum batas waktu itu pemerintah akan mengeluarkan Surpres, isinya bisa membatalkan atau menindaklanjuti RUU HIP. 

"Sebelum batas waktu itu pemerintah akan kirimkan Surpres, bisa membatalkan, bisa tindaklanjuti, bahkan Surpres tanpa Daftar Inventarisir Masalah (DIM) pun tidak bisa dibahas," ujarnya. 

Oleh karena itu, menurut dia, masyarakat lebih baik menunggu DIM dari pemerintah, apakah sesuai ekspektasi publik atau tidak terkait RUU HIP. 

Willy mengatakan, saat ini DPR menunggu Surpres terkait RUU HIP, sehingga 'salah alamat' kalau meminta Baleg mengeluarkan RUU tersebut dari list Prolegnas Prioritas 2020. 

"Kalau ada yang menanyakan kenapa Baleg tidak mengeluarkan RUU HIP dari Prolegnas 2020, itu namanya 'salah alamat'. DPR adalah lembaga resmi sehingga ada prosedur dan mekanisme yaitu menunggu Surpres dari presiden," katanya. 

Baca juga: Mengapa Isu Komunis Muncul dalam Polemik RUU HIP?

Sementara Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menilai DPR dan pemerintah saling melempar tanggung jawab terkait kelanjutan RUU HIP. Senayan mengaku menunggu surat presiden, sementara pemerintah mengklaim telah mengembalikan masalah ini kepada DPR sebagai inisiator.

"Jangan saling ngeles," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie kepada Tagar, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.

Menurut Jimly, Senayan dan Istana tak perlu menyikapi polemik RUU HIP terlalu formalistik. Meskipun DPR inisiatornya, kata dia, pemerintah juga dapat berinisiatif untuk menghentikan pembahasan RUU HIP.

"Harus ada komunikasi politik, bagaimanapun pemimpin di suatu negara itu ialah eksekutif," ujar mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini. []

Berita terkait
Demo RUU HIP Jilid 2, Ruhut Sitompul: Masih Berani?
Politisi PDIP Ruhut Sitompul menentang nyali pendemo RUU HIP untuk menggelar aksinya kedua.
Media Rilis BPIP soal RUU HIP Diprotes Arsul Sani
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani memprotes keras media rilis BPIP terkait RUU HIP yang kontroversial itu.
Trikarya Partai Golkar Jabar Tegas Tolak RUU HIP
Tiga organisasi kemasyarakatan (Ormas) pendiri Partai Golkar atau yang lebih dikenal dengan Trikarya menyatakan secara tegas menolak RUU HIP
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.