Paus Fransiskus Hanya Berkaca di Hilir Terkait dengan Eksodus Pengungsi

Paus Fransiskus menyasar negara-negara yang menolak pengungsi dengan jargon moral “bak pemadam kebakaran” dan hanya bicara di hilir
Imigran di Laut Mediterania saat mereka mencoba mencapai Eropa, tanpa tahun (Foto: middleeastmonitor.com - Tamer Yazar/Twitter]

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Disclaimer: Artikel ini murni tulisan dengan pijakan kaidah jurnalistik tidak terkait dengan agama. Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 16 Mei 2021. Redaksi.

TAGAR.id - “Paus Kecam Kematian 130 Migran Sebagai Momen Memalukan” Ini judul berita di Tagar, 25 April 2021.

Pernyataan Paus Fransiskus ini “bak pemadam kebakaran” dan hanya bicara di hilir berdasarkan realitas psikologis belaka. Bahkan, Paus juga pernah mengatakan negara-negara Kristen yang menolak pengungsi sebagai negara yang tidak kristiani.

Dalam bahasa gerejani Paus mengatakan bahwa membela pengungsi adalah bagian integral dari ke-Kristen-an dengan memberikan gambaran bahwa nasib pengungsi sama dengan nasib Yusuf dan Maria yang kesulitan mendapat tempat menginap. Dia mengimbau umat Kristen agar menghormati para migran (dw.com/id, 25 Desember 2017).

Reaksi Paus yang keras terkait dengan perlakuan beberapa negara kapitalis terhadap pengungsi merupakan pembelaan yang membabi buta atau merawak rambang, apalagi dengan menyalahkan negara-negara (kapitalis) yang menolak pengungsi dan menyebut tidak kristiani.

Paus tidak melihat fenomena pengungsi secara jernih berdasarkan fakta empiris. Misalnya, kelakuan sebagian imigran di negara-negara Kristen yang menimbulkan masalah sosial yang besar, mulai dari tindakan kriminal sampai terorisme. Paus tidak pernah menyinggung hal ini, tapi sebaliknya hanya mengutuk negara-negara (Kristen) yang tidak bersahabat dengan pengungsi.

paus dan patung imigranPaus Fransiskus menghadiri pembukaan sebuah patung di Vatican City, 2019, yang disebut \'Angels Unaware\' oleh pematung Kanada Timothy P. Schmalz, yang menggambarkan sekelompok 140 migran dari berbagai budaya dan dari waktu bersejarah yang berbeda (Foto: thestar.com)

Pengungsi datang dari negara-negara yang dilanda konflik internal karena berbagai faktor, termasuk karena perbedaan paham agama. Selain itu ada pula peperangan dalam negeri antar faksi negeri itu sendiri alias perang saudara.

Suriah, misalnya, jutaan warga negara itu terpaksa meninggalan negaranya karena terjadi perang yang melibatkan banyak pihak dan negara yang sama sekali tidak terkait dengan rakyat Suriah. Di pihak Suriah ada loyalis Presiden Bashar Al-Assad, lalu ada tentara Turki, Rusia, sekutu Barat, pemberontak Suriah, Kurdi, ISIS, Al Qaeda dan pasukan Iran.

Baca juga: Siapa Sebenarnya yang Perang di Konflik Suriah?

Suriah jadi ladang pembantaian tiada akhir yang tidak jelas memperjuangkan apa dan siapa. Akibatntya, jutaan warga Suriah jadi pengungsi di banyak negara, seperti Yordania dan Uni Eropa serta Amerika Serikat (AS).

Kalau saja Paus lebih arif dan bijaksana yang perlu dia lakukan tidak hanya menyerang negara-negara yang menolak pengungsi, tapi juga mengingatkan negara-negara asal pengungsi agar memperhatikan rakyatnya supaya tidak jadi pengungsi di negeri orang.

Carut-marut pengungsi pun dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan manusia. Mereka memanfaatkan isu pengungsi dengan menjual jasa untuk membawa orang-orang yang ingin mencari kehidupan yang lebih layak dengan membayar sejumlah uang.

Ironisnya, banyak pengungsi justru berasal dari negara-negara yang menghujat negara tujuan mereka dengan jargon-jargon antikapitalis dan agamis dengan menyebut negara, maaf, k*f*r. Sebaliknya, negara-negara kaya yang seagama dengan mereka (baca: pengungsi) justru tidak mau menampung pengungsi.

Tampaknya, Paus tidak melihat fakta empiris di balik eksodus pengungsi yang menyerbu negara-negara kapitalis, terutama di Uni Eropa.

Dengan memakai kosa kata yang lebih arif Paus hanya bicara di hilir. Paus sama sekali tidak melihat fakta tentang penyebab pengungsi dan dampak buruk yang diakibatkan sebagaian pengungsi terhadap negara-negara yang menampung pengungsi karena aspek kemanusiaan.

imigran dari afrikaImigran dari Afrika dan tempat lain diselamatkan dari kapal penyelundup oleh kapal Angkatan Laut Italia di Mediterania, tanpa tahun (Foto: un.org - UNHCR/A. D\'Amato)

Sebaliknya, Paus justru menjadikan negara-negara Barat yang menolak pengungsi jadi sasaran tembak yang juga dikait-kaitkan dengan agama.

Kalau saja Paus lebih arif dan bijaksana, maka selain menghujat negara yang menolak pengungsi Paus juga wajib hukumnya mengingatkan negara-negara sumber pengungsi agar tidak menjadikan rakyatnya sebagai korban perebutan kekuasaan, pertikaian antar faksi dan latar belakang perbedaan keyakinan serta agama.

Selama negara-negara yang jadi sumber pengungsi tidak diingatkan, maka gelombang pengungsi akan terus terjadi yang jadi objek bagi perdagangan manusia yang berkedok pengungsi (Disclaimer: Artikel ini murni tulisan jurnalistik tidak terkait dengan agama). (Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 16 Mei 2021). []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Strategi Baru Uni Eropa Untuk Memulangkan Imigran Ilegal
Rencana memulangkan kembali imigran ilegal dengan strategi baru UE mencakup prosedur hukum, seperti upaya deportasi dan pembatasan visa