Pengungsi Perempuan di Australia Bikin Boneka untuk Jaga Kesehatan Mental

Kursus membuat boneka telah menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk berbicara secara terbuka tentang masalah mereka
Ilustrasi - Bagi banyak pengungsi perempuan di Australia, membahas perjuangan kesehatan mental dianggap tabu secara budaya (Foto: abc.net.au/ABC News/Zathia Bazeer)

TAGAR.id - Sebuah program di Australia membantu para pengungsi perempuan mengatasi masalah kesehatan mereka. Kursus membuat boneka telah menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk berbicara secara terbuka tentang masalah mereka.

Datang ke Australia sebagai pengungsi berarti menghadapi banyak tantangan bagi kebanyakan pengungsi perempuan. Salah seorang di antaranya adalah Jinan Shakarchi. Ia mengatakan, "Saya tidak tahu bahasanya, saya tidak tahu tentang kebudayaannya, saya sendirian bersama anak-anak saya, saya merasa takut, saya merasa tersesat."

Lewat program pembuatan boneka di sebuah Pusat Multikultural yang terletak di bagian utara Perth ini, mereka merasa aman untuk berbicara tentang kesulitan yang mereka hadapi.

Shakarchi menambahkan, "Mereka saling memberikan nasihat dan kami berbagi rasa sakit dengan mereka dan mereka juga berbagi rasa sakit mereka dengan kami."

Boneka-boneka tersebut kemudian dijual pada acara-acara yang diselenggarakan komunitas. Hasil penjualannya diberikan kepada pembuatnya.

wanita asal myanmar dandani bonekaWanita asal Myanmar ini mendandani bonekanya dengan pakaian Chin (dagu).(Foto: abc.net.au/ABC News/Zathia Bazeer)

Boneka-boneka tersebut bahkan tampak seolah-olah mencerminkan emosi para pembuatnya.

Vidhu Karolia, koordinator program tersebut mengatakan, "Ekspresi boneka-boneka tersebut tampak berbeda dan saya dapat merasakan itulah perasaan yang sedang dirasakan oleh pembuatnya pada waktu itu."

Kursus pembuatan boneka itu juga memberikan ruang bagi Huai Ngo, seorang pengungsi asal Myanmar, untuk berbicara tentang masalah kesehatan mentalnya untuk pertama kali. Lewat seorang penerjemah, ia mengatakan, "Ketika masih berada di Myanmar, saya tidak pernah mendengar tentang kesehatan mental. Di Myanmar, saya merasa depresi dan ingin bunuh diri."

Jinan Shakarchi melarikan diri dari Iran dan ia merasa lega mendapati sebuah tempat untuk mengungkapkan pengalamannya tentang masalah kesehatan mental – percakapan yang tidak mungkin dilakukannya saat masih berada di negara asalnya.

Jinan menjelaskan, "Mereka berupaya untuk tidak menceritakan masalah mereka karena merasa malu."

Penelitian terkait hal ini mendapati bahwa tingkat masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh pengungsi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat umumnya.

Namun hanya 20 persen dari mereka yang berupaya untuk mencari pertolongan dan sekitar 50 persen yang mengalami gangguan stres pasca trauma dibandingkan dengan hanya 11 persen di masyarakat yang lebih luas.

Jadi, sudah tentu, kursus pembuatan boneka itu merupakan penyelamat bagi mereka.

Direktur Pusat Layanan Multikultural, Ramdas Sankaran mengatakan, "Ketika mereka berkumpul dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang sama, hanya dalam beberapa hari atau minggu, mereka sudah mulai membuka diri."

Bagi para pembuat boneka, kursus itu memberikan lebih dari sekedar ketrampilan dan uang, tetapi juga mengingatkan mereka seberapa jauh kemajuan mereka hingga saat ini.

Ngo menambahkan, "Boneka ini dibuat dengan baju tradisional suku Chin dan pesan yang diberikan adalah Anda tidak lagi berada di daerah konflik, Anda kini bebas dan aman." (lj/lt)/Associated Press/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Australia Akan Berikan Visa Permanen Kepada Ribuan Pengungsi
Australia telah menegaskan kembali dukungannya untuk langkah-langkah perlindungan perbatasan yang kontroversial