Jakarta – Wartawan senior Harian Kompas Iwan Santosa membagikan pandangannya terhadap isu Xinjiang dan muslim di Tiongkok yang masih menjadi isu paling hangat dibicarakan saat ini.
Hal ini disampaikan Iwan dalam Seminar Nasional: Hudson Institute dan Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Muslim di Dunia yang diselenggarakan oleh Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) dan bekerjasama dengan Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
Pada tahun 1944, kata Iwan, Amerika oleh lembaga OSS (cikal bakal CIA) membuat film sangat detail membantu tiongkok, dan film itu menunjukkan wilayah tiongkok mencakup Tungpei, Northeast, mencakup Mongolia, Tibet dan Xinjiang.
Menurut saya bicara tentang muslim di Tiongkok buat saya itu menarik karena dari sekian ribu tahun sejarah Islam di China salah satu unit pasukan penting dalam kekaisaran dalam era republik cina adalah pasukan-pasukan Muslim.
Lebih lanjut Iwan mengatakan itu intelijen Amerika yang membuat film seperti itu. Film tersebut, ialah The battle of china 1944 sebelumnya film the battle of china hanya film dokumenter biasa di youtube, namun ketika sudah menyebar film ini menambahkan title “This Material is Sensitive”
“Menurut saya bicara tentang muslim di Tiongkok buat saya itu menarik karena dari sekian ribu tahun sejarah Islam di China, salah satu unit pasukan penting dalam kekaisaran dalam era republik cina adalah pasukan-pasukan Muslim. Sama seperti isu wilayah pasifik tentang persekusi masyarakat Papua yang kristiani dan ada keributan, padahal di negara kita indonesia kita lihat di Kupang, Maluku, dan Manado aman-aman saja,” ujarnya
- Baca Juga: Pemimpin Muslim Xinjiang Bantah China Lakukan Penindasan
- Baca Juga: Potret Muslim Uighur di Daratan China
Iwan mengatakan, bahwa menurut Human Rights Watch, suku Uighur khususnya, dipantau secara sangat ketat. Mereka harus memberikan sampel biometrik dan DNA. Dilaporkan terjadi penangkapan terhadap mereka yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap 'sensitif'. Dan hingga satu juta orang telah ditahan.
Hegemoni sendiri adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan.
Sedangkan bagi Simon (1999) hegemoni adalah sarana untuk memahami masyarakat dengan tujuan untuk mengubahnya. Tujuan dari adanya hegemoni adalah menarik perhatian masyarakat atau mengarahkan pada hal-hal yang difokuskan oleh sang penghegemoni.
Alam bawah sadar kita seperti mengamini apa yang kita terima bahwa hegemoni kebenaran dari barat. Terjadinya hegemoni karena arus informasi atau media sosial termasuk berita, budaya populer, dan film-film didominasi oleh barat.
"Kami tidak akan intervensi kami akan fokus pada bisnis, kami fokus berjejaring secara internasional kami tidak mau terjerat dalam konflik internasional," ujar Iwan.
- Baca Juga: Gara-gara Mengamati Hilal, 100 Muslim Tiongkok Dihukum
- Baca Juga: Muslim di Pulau Hainan Hadapi Tindakan Keras China
Pernyataan tersebut, kata Iwan, sedang dilakukan oleh China saat ini, tetapi ini bukan statement dari pemimpin china, melainkan statement dari presiden pertama Amerika serikat, George Washington, ketika mundur dari jabatan.
Iwan Santosa juga berharap masyarakat Indonesia tidak terjebak pada konflik ekonomi AS dengan Tiongkok, yang dibalut dengan berbagai isu tersebut. Sebab, bisa saja sesungguhnya kedua negara tak benar-benar bermusuhan.
(Putri Fatimah)