Jakarta - Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang juga pengajar ilmu hukum pada sejumlah universitas, TM. Luthfi Yazid, menegaskan perbuatan yang dilakukan staf khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra termasuk delik korupsi. Andi Taufan Garuda, pengusaha dan pemilik PT Amartha Mikro diketahui mengirim surat dengan kop “Sekretariat Kabinet” kepada seluruh camat. Penggunaan kop itu melanggar aturan karena tidak semestinya ia melakukan hal itu.
Surat itu terbit pada 1 April lalu. Dalam surat itu Andi meminta para camat memerintahkan perangkat desa membantu relawan dari PT Amartha Mikro Fintek, perusahaannya, dalam program Relawan Lawan Covid-19. Dalam program yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu, perusahaan Andi akan “terjun” di wilayah Jawa, Sulawesi, dan Sumatera. Andi menyatakan sudah menarik surat itu dan minta maaf.
Pada Selasa 14 April 2020, tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian menyatakan istana sudah menegur Andi atas perbuatannya menyurati para camat dengan menggunakan kertas berkop Sekretariat Kabinet. Ada pun soal pemberhentian Andi, menurut Donny, merupakan wewenang Presiden. “Kalau ada permintaan mundur, itu tergantung kepada yang bersangkutan,” ujar Donny.
...tindakan itu termasuk trading in influence (menjual pengaruh) dan karenanya termasuk delik korupsi.
Sejumlah pihak, termasuk para penggiat antikkorupsi mendesak Presiden Joko Widodo memecat staf khusus dari kalangan milenial ini. Luthfi juga sependapat. “Untuk menjaga wibawa Presiden RI, sudah seharusnya stafsus seperti Andi diberhentikan dari jabatannya,” kata Luthfi kepada Tagar, Jumat, 17 April 2020.
Menurut pengacara yang pernah menimba ilmu hukum di Jepang tersebut, perbuatan yang dilakukan Andi Taufan Garuda Putra telah menyalahi sejumlah normal hukum.
“Pertama, sebelum menjabat stafsus Presiden Andi disumpah sesuai agama dan keyakinannya. Ia sebagai penyelenggara negara bukan hanya mengabaikan moral dan etika, namun juga melecehkan prinsip good governance karena melanggar sumpahnya sebagai pejabat yang tidak akan mengambil keuntungan dari jabatannya,” kata Luthfi.
Kedua, kata dia, tindakan seorang pejabat staf khusus Presiden semacam itu dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan, penyelewengan wewenang abuse of power atau de tournament de pouvoir.
Ketiga, menurut Luthfi, tindakan itu termasuk trading in influence (menjual pengaruh) dan karenanya termasuk delik korupsi. Itu karena Andi menjual pengaruhnya untuk mempengaruhi para camat agar mendukung aktivitas perusaannya (PT Amartha) yang notabene miliknya sendiri. “Tindakan stafsus semacam itu jelas dapat dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi harus turun tangan,” tegas Luthfi.
Karena itulah, ujar pakar hukum alumnus Universitas Gadjah Mada ini, untuk menjaga kewibaan Presiden, Andi harus diberhentikan dari jabatannya.[]