Pajak Mobil Nol Persen, Indef: Belum Tentu Penjualan Naik

Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai wacana pajak mobil baru 0 persen belum tentu mampu meningkatkan penjualan mobil secara signifikan.
Ilustrasi - Pengiriman mobil baru. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta - Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai wacana yang diusulkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menurunkan pajak mobil baru menjadi nol persen belum tentu mampu meningkatkan penjualan mobil secara signifikan.

"Masalahnya, meskipun harga mobil turun, mobilitas masyarakat masih rendah karena adanya pandemi dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang belum tahu kapan akan berakhir," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Kamis, 24 September 2020.

Terlalu banyak memberikan insentif fiskal cukup berbahaya bagi keberlanjutan APBN tahun berikutnya.

Baca Juga: Menperin Usul Pajak Mobil Baru 0%, Apa Kata Sri Mulyani? 

Merujuk pada data dari google mobility per 11 September 2020, kata Bhima, menunjukkan pergerakan ke kantor minus 31 persen dari baseline, dan ke pusat perbelanjaan negatif 10 persen. "Untuk rata-rata nasional pergerakan masyarakat ke kantor masih minus 24 persen dari baseline. Konsumen juga berpikir meski mobil murah tapi kalau mobilitas dibatasi ya apa urgennya beli mobil saat ini?," ucapnya.

Kemudian dari sisi kemampuan bayar (ability to pay) masyarakat Indonesia, kata Bhima, sejauh ini masih rendah karena pendapatan menurun akibat pandemi. Terlebih, sebagian besar pembelian mobil baru melalui kredit ke bank atau lembaga leasing.

Menurutnya, hal tersebut tentu masih mejadi permasalahan, karena suku bunga kredit masih mahal dan bank masih khawatir kredit bermasalah (non performing loan -NPL) membengkak. "Bank otomatis akan sangat selektif pilih calon debitur. Ada calon debitur semangat mau beli mobil baru karena harga sedang turun, eh bank nya menahan diri khawatir calon debitur tidak kuat menyicil, kan sama saja ga ngaruh itu," ujar Bhima.

Terkait wacana tersebut, kata Bhima, pengaruh ke penerimaan pajak sudah jelas akan menurun, alhasil rasio pajak akan dikorbankan bahkan bisa turun menjadi 5-6 persen tahun 2020. Saat ini pemerintah kecanduan memberikan insentif pajak tapi banyak yang tidak efektif.

Misalnya dari realisasi PEN per 14 september 2020, realisasi insentif pajak PPh pasal 21 DTP baru 4 persen cair, padahal anggaran hampir Rp 40 triliun. Ada lagi PPh final untuk UMKM yang ditanggung pemerintah, nyatanya realisasi baru 12,9 persen.

"Sebab,  terlalu banyak memberikan insentif fiskal cukup berbahaya bagi keberlanjutan APBN tahun berikutnya, kalau tidak dikaji secara serius dampaknya ke berbagai sektor," tutur Bhima.

Simak Pula: Menperin Minta Dukungan DPR Soal Relaksasi Pajak Mobil Baru

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan usulan rencana pembebasan pajak pembelian mobil baru menjadi nol persen hingga Desember 2020. Menurutnya,  relaksasi pajak diharapkan bisa memicu kinerja industri otomotif di Tanah Air dan pemulihan ekonomi nasional akibat terdampak pandemi Covid-19. []

Berita terkait
Menperin Usul Pajak Mobil Baru 0%, Apa Kata Sri Mulyani?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bisa saja memberi relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen.
Menperin Minta Dukungan DPR Soal Relaksasi Pajak Mobil Baru
Kemenperin meminta dukungan DPR untuk merealisasikan relaksasi pajak mobil baru 0 persen sampai Desember 2020.
Pajak 0% Belum Sah, Penjualan Mobil Sudah Naik 2.000 Unit
Geliat industri otomotif semakin menunjukan peningkatan memasuki semester kedua tahun ini
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.