Jakarta - Pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menduga layanan aplikasi teratas atau over the top (OTT) asing tidak memiliki akhlak dalam berbisnis di Indonesia. Menurutnya, ini bisa dilihat dari cara berbisnis tanpa memiliki kantor di Indonesia.
Manajemennya kita lihat malah di luar Indonesia, ada di Singapura dan Hongkong.
"Terkait dengan OTT yang sangat besar yang sudah merajai Indonesia, seperti Facebook, Google, YouTube, dan lain-lain memang sudah sewajarnya mereka harus sadar diri, banyak usaha di negeri ini tapi mereka pun sebenarnya tidak mempunyai kantornya di Indonesia," kata Kamilov saat dihubungi Tagar, Senin, 5 Oktober 2020.
Bahkan, kata dia, untuk salah satu OTT yakni Facebook patut diragukan jika mereka punya kantor di Indonesia. "Karena kasus terakhir kita gugat mereka melalui LPPMII ( Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia) itu pun kantornya kita ragukan yang ada hanya satpam, tidak ada manajemennya, manajemennya kita lihat malah di luar Indonesia, ada di Singapura dan Hongkong," ucapnya.
Untuk itu, kata Kamilov, sudah sewajarnya pemerintah harus lebih keras terhadap OTT ini.Kerusakan di negara ini sudah cukup banyak terjadi terhadap remaja ataupun orang tua, bahkan banyak peluang terjadinya kriminalitas yang dibuka oleh OTT itu sendiri.
"Jadi, sudah sepantasnya dan sepatutunya anggota Komisi I DPR RI bersama Menkominfo, Menteri Keuangan untuk menegakkan aturan-aturan OTT ini termasuk hak dan kewajiban mereka terhadap negeri ini, mereka seenaknya pasang iklan di OTT mereka, dan itu mereka nikmati dibawa ke luar negeri, sementara bangsa ini hanya menjadi penonton dalam perkembangan bisnis OTT ini," ujar Kamilov.
Sejauh ini, menurut Kamilov, terkait aturan untuk OTT alias layanan aplikasi teratas belum ada sehingga OTT merajalela di Tanah Air. "Yang baru ada imbauan-imbauan baik dari Menkominfo maupun dari Menteri Keuangan," tuturnya. []
- Baca Juga: Pengamat: Netflix dan OTT Bandel Perlu Dijewer dengan UU
- Netflix Ogah Buka Server di Indonesia, Pengamat: Seenaknya!