Saya sangat sedih melihat kebangkrutan PT Garuda Indonesia akibat pandemi Covid-19. Kalau tidak salah, tidak bisa melantai lagi di bursa saham. Ini murni kesalahan manajemen.
PT Garuda Indonesia sangat terdampak secara finansial akibat pandemi Covid-19. Kerugian PT Garuda Indonesia mencapai 70 triliun rupiah. Fantastis.
Pak Dirut PT Garuda Indonesia sepertinya tidak paham sistem penerbangan sipil saya sarankan untuk mundur.
Langkah yang ditempuh Dirut PT Garuda Indonesia kurang tepat dan bagi saya adalah kesalahan tata kelola manajemen yang fatal. Sejak awal saya tidak sependapat dengan pernyataan Dirut PT Garuda Indonesia, dalam upaya restrukturisasi kewajiban pembayaran/utang Garuda Indonesia terhadap Lessor dengan menyebut lessor yang tidak menyetujui restrukturisasi kewajiban pembayaran/utang sebagai lessor yang "bebal" merupakan sikap yang tidak rasional dan realistis.
Sebagai debitur yang mempunyai kewajiban pembayaran terhadap Lessor selaku kreditur, seharusnya Dirut PT Garuda Indonesia mengupayakan langkah persuasif dalam menegosiasikan restrukturisasi kewajiban pembayaran/utang.
Sikap menantang lessor untuk mengambil pesawat-pesawat tersebut, adalah langkah yang kontraproduktif. Berdasarkan perjanjian leasing pesawat, posisi Garuda Indonesia sebagai Lessee yang tidak mampu melakukan kewajiban pembayaran sudah pasti terancam default atau wanprestasi.
Berdasarkan kondisi wanprestasi ini, Lessor dapat saja mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan ataupun gugatan kepailitan terhadap Garuda Indonesia.
- Baca Juga: Garuda Indonesia Tawarkan Program Pensiun Dini
- Baca Juga: Maskapai Garuda Gaet SKK Migas Bangun Kerja Sama Komersial
Saya dengan tim telah melakukan kajian detail untuk menyelamatkan PT Garuda Indonesia di era pandemi covid-19, yang intinya adalah sebagai berikut.
- Ditempuh langkah-langkah persuasif terhadap lessor (owner) agar sewa pesawat bisa direkstrukturisasi pembayarannya dan minta grace period untuk satu tahun ke depan atau sampai kondisi normal.
- Setelah grace period, minta bridging untuk tiga tahun dengan hanya membayar interest ratenya saja dan memperpanjang lease periode sehingga harga tiket menjadi lebih competitive.
- Restrukturisasi bisnis untuk route dan armadanya dan selama pandemi Covid-19 fokus pada penerbangan domestik dan angkutan cargo dengan utilisasi armada yang ada.
- Untuk penerbangan penumpang reguler, jadwalnya disesuaikan dengan jumlah penumpang yang ditentukan minimum load faktor.
- Pemberdayaan anak-anak perusahaan PT Garuda Indonesia, misal GMF. GMF bisa diberdayakan untuk mengerjakan overhaul turbin-turbin industri milik PLN, perusahaan-perusahaan oil and gas, pabrik pupuk, dan lain-lain yang potensinya luar biasa, bahkan bisa melebihi current salesnya GMF.
Pak Dirut PT Garuda Indonesia sepertinya tidak paham sistem penerbangan sipil. Saya sarankan untuk mundur.
*Akademisi Universitas Gadjah Mada