Untuk Indonesia

OPINI: PJ Gubernur, Menakar Niat Baik Jakarta

Terkait kewenangan tersebut, telah memicu berbagai rumor politik dan sikap pesimis dari berbagai kekuatan politik di Aceh
Radjasa, Pemerhati Aceh.

Radjasa*


Atmosfer politik Aceh mulai dicemari oleh hiruk pikuk pemilihan PJ Gubernur Aceh, untuk menggantikan Gubernur Nova Iriansyah yang jabatannya berakhir Juli 2022. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari kebijakan Pemerintah Pusat terkait penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2024. Penunjukan PJ Gubernur menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Mendagri dan Presiden. 

Terkait kewenangan tersebut, telah memicu berbagai rumor politik dan sikap pesimis dari berbagai kekuatan politik di Aceh, dengan issue penunjukan PJ Gubernur Aceh akan lebih mengedepankan kepentingan politik penguasa, dalam rangka memperkuat network politik untuk melanggengkan suksesi kekuasaan pada tahun 2024

Fenomena pesimistik berbagai kalangan di Aceh, terhadap mekanisme penunjukan PJ Gubernur Aceh, tentunya sangat beralasan, seiring dengan raport merah pembangunan Aceh, akibat buruknya kinerja kepemimpinan di Aceh pada era damai. 

Aceh dengan potensi sumber dana yang melimpah, tidak mampu keluar dari persoalan kemiskinan dan pengangguran, akibat praktek mega korupsi yang melibatkan unsur pimpinan birokrasi dan lemahnya penegakan hukum, berdampak kepada menguatnya krisis kepercayaan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Pusat. Carut marut penanganan Aceh, patut diwaspadai dapat mengganggu kesinambungan pembangunan perdamaian Aceh.

Kondisi actual Aceh dengan konfigurasi potret problematik yang multi dimensional, tentunya patut menjadi catatan Pemerintah Pusat dalam penunjukan PJ Gubernur Aceh. Standar kriteria PJ Gubernur Aceh seyogyanya tidak melulu dititik beratkan pada aspek loyalitas terhadap kepentingan politik Pemerintah Pusat, namun yang tidak kalah pentingnya adalah aspek mental, moral, profesionalisme dan sosok yang day to day bergelut dengan problematic Aceh serta memiliki political will memberantas korupsi, penegakan hukum tanpa pandang bulu, menciptakan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah dan sepenuhnya demi kemaslahatan rakyat Aceh.

Isue figur PJ Gubernur Aceh semakin santer beredar dikalangan masyarakat, diantaranya ada figur calon yang berasal dari pejabat Kemendagri dan dari lingkungan DPR RI, keduanya berasal dari Aceh. Rumor yang beredar bahwa para calon tersebut memiliki backup kuat dari para petinggi di Jakarta. 

Jika pertimbangannya lebih kepada “mereka berasal dari Aceh dan saat ini memiliki posisi eselon 1 di pusat, namun mereka sudah sekian lama tidak bersentuhan dengan problematic yang dihadapi rakyat Aceh”, dapat dipastikan PJ Gubernur Aceh hanya diisi oleh figur pejabat yang mampu menguasai managemen pemerintahan, namun tidak memiliki kualitas kepemimpinan yang dapat diterima masyarakat Aceh. Menangani Aceh memang berbeda dengan penanganan provinsi lain, hal ini sejalan dengan dinamika social politik ekonomi di Aceh kerap bersentuhan dengan persoalan kedaulatan negara.

Masa kepemimpinan PJ Gubernur Aceh selama lebih dari 2 tahun, merupakan waktu yang amat menentukan bagi kelangsungan kesinambungan pembangunan dan perdamaian Aceh, mengingat kucuran anggaran pusat yang amat besar, tetapi sampai saat ini tidak menyentuh pada kebutuhan mendasar rakyat, disisi lain dukungan anggaran pusat yang dikenal dengan nama DOKA akan berakhir pada tahun 2027, memberi konsekuensi bagi PJ Gubernur Aceh untuk memiliki program terobosan dalam rangka mengejar ketertinggal dan menjadikan Aceh tidak ketergantungan pada DOKA. Oleh karenanya penentuan PJ Gubernur Aceh yang merupakan hak prerogative Pemerintah Pusat, menjadi tolok ukur niat baik Pemerintah Pusat terhadap Aceh, mengingat konsekuensinya adalah kelangsungan perdamaian Aceh. PJ Gubernur Aceh harus siap menjadi tukang cuci piring dari pesta yang sudah usai yang dilakukan para Gubernur sebelumnya.[]


*Pemerhati Aceh

Berita terkait
Opini: KDK dan KRIS untuk Pelayanan yang Lebih Baik
Saat ini Pemerintah terus mendorong pelaksanaan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Timboel Siregar.
Opini: Fokus pada Implementasi Kenaikan UM 2022
Ibu Menaker menegaskan bahwa pihaknya terus berkomitmen memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh. Timboel Siregar.
Opini: Root Cause Jiwasraya dan Bisnis Asuransi Indonesia
Para nasabah masih melakukan tuntutan kepada Jiwasraya dikarenakan sejak Februari 2021 para nasabah sudah tidak menerima pembayaran manfaat polis.
0
Amerika Perluas Kapasitas Tes untuk Cacar Monyet
Perluas kapasitas pengujian di berbagai penjuru negara dan membuat tes lebih nyaman dan mudah diakses pasien dan penyedia layanan kesehatan