Opini: Mengingatkan Kapolri Soal 56 Pegawai Pecatan KPK

Saya membaca di media soal Bapak Kapolri berkirim surat ke Presiden rencana akan ditampungnya 56 pegawai pecatan KPK untuk menjadi ASN.
Ilustrasi - Pegawai KPK. (Foto: Tagar/KPK)

Saya membaca di media soal Bapak Kapolri berkirim surat ke Presiden rencana akan ditampungnya 56 pegawai pecatan KPK untuk menjadi ASN di lingkungan Polri. Ada beberapa hal yang perlu saya ingatkan sebagai berikut. 

Pertama, faktor usia untuk bisa diangkat menjadi ASN ada batas maksimum usia. Kalau saya tidak salah, pemegang ijazah s1 batasnya 32 tahun, pemegang ijazah S2 batasnya 34 tahun dan pemegang ijazah S3 batasnya 36 tahun. Ini aturan berlaku umum, mohon jangan dilanggar.

Kedua, faktor ideologi bagi siapa saja yang tidak lulus ujian TWK, jelas tidak layak jadi ASN, apapun alasannya, karena ideologinya bukan Pancasila, punya ideologi lain entah-berentah. Ini membahayakan negara. Tidak pantas dan layak jadi ASN dimanapun saja tempat kerjanya.

Ketiga, berpeluang menciptakan iklim rivalitas tidak sehat antara Polri vs. KPK dalam penanganan Tipikor, dengan keberadaan mereka sebagai ASN di Polri.

Keempat, tidak perlu ada perlakuan istimewa terhadap ke 56 pegawai pecatan KPK tersebut, karena memang mereka bukan manusia istimewa. Masih banyak yang jauh lebih pintar dan lebih muda dari mereka yang ideologinya jelas, yaitu Pancasila.

Meminjam istilahnya mas Eko Kuntadi, puterinya Pak Jokowi gagal jadi ASN, padahal pak Jokowi sudah jadi Presiden, dan puterinya juga tidak merengek-rengek ke bapaknya agar dijadikan ASN. La ini, kelompok pecatan pegawai KPK, anak kandung bukan, manjanya minta ampun. 

Kalau orang Indonesia mentalnya seperti itu, bisa kacau sistem kepegawaian Indonesia. Tidak lulus ujian TWK maksa-maksa dijadikan ASN, pakai demo-demo segala. Nggak lulus ujian TWK ya udah kerja lain, jualan odading.

Saya juga ingin mengucapkan selamat bagi Polri yang masuk urutan ketiga sebagai lembaga paling dipercaya setelah TNI, dan Lembaga Kepresidenan. Sekali lagi selamat. Prestasi luar biasa.

Mohon maaf Pak Kapolri, jika ada yang salah dengan tulisan saya diatas, saya tidak bermaksud menggurui. 

*Akademisi Universitas Gadjah Mada, Ketua Dewan Pakar Seknas Jokowi  

Berita terkait
Opini: Politik Ungkit-ungkitan
Saya bukan ahli hukum sejauh saya ketahui peran penasihat hukum adalah mendudukan perkara pada posisi yang sebenarnya. Bagas Pujilaksono.
Opini: Pesantren dan Musik, Sebuah Pengalaman
Sebagian netizen mengatakan bahwa para santri yang menutup kuping agar tidak terdengar suara musik itu adalah sikap radikal. Mukti Ali Qusyairi.
Opini: Yusril Bukan Kuasa Hukum Moeldoko
Kami sungguh tak habis pikir, informasi yang menyesatkan dari siapa itu hingga Rachland bisa mengatakan demikian?