Yogyakarta - Perwakilan buruh sudah mulai masuk Kompleks Kepatihan Yogyakarta untuk bertemu dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Perwakilan buruh ingin menyampaikan aspirasi mereka terkait dengan disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI.
"Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan ke Pak Gubernur soal Omnibus Law," ujar Ketua Komite Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsyad Adi Irawan saat ditemui, Kamis, 8 Oktober 2020.
Baca Juga:
Irsyad menyebut ada empat hal yang akan disampaikan ke Sri Sultan HB X. Pertama, ia meminta Gubernur DIY untuk mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo agar mencabut RUU Cipta Kerja. Kedua, mendesak Gubernur DIY untuk mengirim mosi tidak percaya ke Presiden dan partai-partai yang mendukung pengesahan RUU Cipta Kerja.
Ketiga, mendukung dan memfasilitasi koperasi buruh sehingga buruh lebih sejahtera. Caranya dengan mendukung koperasi buruh yang ada di pabrik serta gabungan koperasi buruh di tingkat provinsi.
Menurut survei kami berdasarkan KHL segitu upahnya. Saat ini upah di DIY hanya Rp 2 jutaan sehingga kami buruh mengalami defisit Rp 800 sampai Rp 900 ribu.
Keempat, meminta kenaikan upah minimum kabupaten/kota tahun 2021 sebesar Rp 3 juta. Angka itu didasarkan pada perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) di Yogyakarta.
"Menurut survei kami berdasarkan KHL segitu upahnya. Saat ini upah di DIY hanya Rp 2 jutaan sehingga kami buruh mengalami defisit Rp 800 sampai Rp 900 ribu," jelasnya.
Irsyad menegaskan, apabila tuntutan mereka tidak terpenuhi akan menggelar aksi-aksi yang lebih besar dan mogok kerja yang lebih intensif.
Baca Juga:
Adapun lima perwakilan yang menemui Sri Sultan yaitu KSPI, DPD Aspek, Serikat Pekerja Mandiri, SPN, dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI). Ia mengatakan, jumlah massa yang berada di luar DPRD kurang lebih 100 hingga 200 orang.
"Kami berusaha mengurangi kerumunan. Tapi mereka akan lama di DPRD DIY karena bertemu dengan pimpinan DPRD DIY dan perwakilan partai Demokrat dan PKS yang menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja," paparnya.
Irsyad menambahkan, pihaknya dan mahasiswa sepakat bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat oleh DPR RI dan pemerintah. "Pemerintah dan DPR RI lebih mementingkan para pemilik modal," katanya. []