Jakarta - Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Amzulian Rifai meminta pemerintah untuk segera membenahi data bantuan sosial (bansos) yang carut marut. Menurut Rifai perlu dilakukan untuk mengintegrasikan data mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), hingga pemerintah pusat.
Ada masyarakat yang terdaftar tapi tidak menerima bantuan.
Menurut Rifai, per 12 Mei 2020, 72 persen aduan yang masuk ke Ombudsman adalah terkait bantuan sosial merupakan persoalan tidak tepat sasaran. Ia mengatakan aduan itu berasal dari warga yang tidak mendapat bansos padahal terdaftar di RT atau RW setempat.
"Menyangkut bantuan tidak merata, prosedur dan syarat tidak jelas. Ini terkait dengan pentingnya data. Kami mengalami kesulitan ketika data tidak valid," ujar Rifai dalam video conference, Rabu, 13 Mei 2020.
Dari data yang dihimpun Ombudsman, kebanyakan pengaduan yang masuk itu berasal dari wilayah DKI Jakarta, seperti Bogor, Depok, dan Bekasi.
"Ada masyarakat yang terdaftar tapi tidak menerima bantuan, justru yang tidak terdaftar malah menerima. pelaporan ini banyak dari DKI Jakarta dan wilayah penyangga," kata Rifai.
Ombusman menilai pada dasarnya bansos yang berupa sembako atau bantuan langsung tunai (BLT) dapat meringankan beban ekonomi warga. Terlebih bagi mereka yang menjalankan kerja dari rumah atau work from home yang lebih banyak menggunakan listrik dan kuota.
"Kami merasa bahwa di masyarakat yang paling penting itu meringankan beban ekonomi, listrik, untuk memenuhi daya beli warga miskin, bansos dinilai tepat," tutur Rifai.
Sebelumnya banyak diberitakan bahwa pendistribusian bansos untuk warga yang terdampak penyebaran virus corona atau Covid-19 terkendala data. Bahkan, Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan perbedaan data penerima bansos dimungkinkan terjadi akibat dinamika politik di daerah.
"Distorsi ini terjadi karena mungkin kita sama-sama tahu, kita sama-sama orang politik, mungkin ada faktor politiknya. Mungkin ada faktor like and dislike antara dinas sosial dengan kepala desa yang memberikan dana," kata Juliari dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun YouTube DPR RI, Rabu, 6 Mei 2020. []