Jakarta - Anda penghuni yang menganggap biasa saja dan merasa nyaman ketika rumah berantakan? Jika benar, kemungkinan besar Anda mengalami gangguan psikologis bernama Clutter.
Dikutip dari laman Springer Link, Clutter merupakan gangguan psikologis pada seseorang yang memiliki kedekatan terhadap barang-barang yang dimilikinya, dan membiarkannya menumpuk hingga seperti sampah.
Keadaan rumah yang rapih dan bersih membuat penghuninya nyaman. Sementara penderita Clutter merasakan ketenangan, meski situasi kediamannya berantakan. Mereka menaruh barang asal di dalam rumah tetapi menganggap itu hal yang biasa.
Profesor Psikologi dari Universitas DePaul Chicago, Amerika Serikat, Joseph Ferrari mengatakan, Clutter disebabkan rasa sayang yang muncul akibat terlalu dekat dengan benda pribadi.
Gangguan psikologi itu membuatnya penderitanya tidak ingin berpisah dari barang-barangnya walaupun sudah tidak layak pakai.
Baca juga:
- Korban Banjir Tingkatkan Kekebalan Tubuh Pakai 3 Cara Cepat Ini
- Penyangga Masker Hits, Boleh atau Tidak Dipakai Ini Kata Dokter
- Dokter Saran Tinggalkan Olahraga Beregu saat Pandemi
Prof Joseph Ferrari menuturkan, gangguan psikologi itu didukung oleh kemajuan zaman yang memudahkan seseorang untuk mengumpulkan barang dengan cara membeli melalui online shop. Akibatnya keinginan untuk membeli menjadi terus menerus sehingga barang-barang tersebut menjadi menumpuk dan berantakan.
Sebab itu, menjadi hal yang wajar situasi rumah penderita Clutter berantakan bak kapal pecah setiap hari. Keadaan rumah kusut seperti itu juga dianggap nyaman meski penghuninya memiliki anak berusia belia, atau orangtua yang membutuhkan lingkungan yang bersih.
Penelitian yang diterbitkan jurnal Current Psychology menyebutkan, ada hubungan antara procrastination dan Clutter pada orang yang beranjak dewasa. Gangguan psikologis Clutter ini akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
Untuk mengobati gangguan psikologis Clutter, Prof Joseph Ferrari menyarankan agar penderitanya menjauhkan atau meng-uninstal platform online shop di ponselnya.
Selanjutnya mencoba untuk melakukan terapi mandiri dengan mengurungkan niat ketika hasrat untuk membeli barang tinggi sehingga memicu Clutter. (Niswatul Mahmudah)