Ngabalin: Tak Ada Urusan Jokowi dalam Kasus Novel

Ali Ngabalin menegaskan Presiden Jokowi tak bisa ikut campur dalam perkara Novel Baswedan. Tapi Mahfud MD berpendapat sebaliknya.
Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin (kiri) memberi penjelasan dalam Diskusi Sikap Pemerintah Terhadap UU KPK di Jakarta, Jumat (4/10/2019).(Foto: Antara/Reno Esnir)

Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, presiden tak memiliki urusan dalam perkara yang sedang berproses di pengadilan. Oleh karena itu, kata Ngabalin, Presiden Jokowi tak akan campur tangan dalam polemik tuntutan terdakwa penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

"Tidak ada urusan," kata Ngabalin kepada Tagar, Jakarta, Selasa, 23 Juni 2020.

Politisi Golkar ini mengatakan, orang yang meminta Presiden cawe-cawe dalam kasus Novel perlu belajar trias politika. Dalam teori trias politika, kata dia, pembagian wewenang sudah jelas termasuk presiden sebagai pemimpin lembaga eksekutif.

"Jadi ada distribusi kekuasaan, ada kewenangan legislatif, yudikatif, dan eksekutif," katanya.

Demikian juga, kata dia, jaksa penuntut umum (JPU) dalam pengadilan perkara Novel Baswedan merupakan pejabat yang diberikan wewenang. Ngabalin mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 1 Ayat 6 Tentang Hukum Acara Pidana.

"Jadi itu urusan jaksa, bukan presiden" katanya.

Tapi menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD presiden justru dapat turun tangan dalam perkara Novel Baswedan. Hal ini diungkapkan Mahfud MD di Narasi TV pada 9 Juli 2018 atau sebelum menjabat Menkopohukam.

"Saya pernah menulis, presiden dalam hal-hal tertentu wajib hukumnya mengintervensi polisi maupun kejaksaan jika ada ketidakberesan dalam penanganan," kata Mahfud MD saat itu. Dalam dialog bersama Najwa Shihab itu, pakar hukum tata negara itu menegaskan Jokowi dapat menggunakan kewenangannya untuk memberikan arahan kepada penegak hukum. 

Baca juga:

Pada 11 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tim JPU Ahmad Patoni, Satria Irawan dan Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin menutut penyerang Novel Baswedan dengan hukuman pidana 1 tahun berdasarkan pasal 353 ayat 1 KUHP. Jaksa beralasan kedua terdakwa, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis  tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata korban.

"Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan, tetapi di luar dugaan, ternyata mengenai matanya.  Akibatnya, mata kanannya tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi lima puluh persen saja atau cacat permanen," kata Jaksa. Dalam kasus ini, menurut JPU, unsur dakwaan primer tidak terpenuhi. []

Berita terkait
Ahli Bandingkan Kasus Novel Baswedan dan Wiranto
Perbedaan tuntutan terhadap penyerang Novel Baswedan dan Wiranto menjadi sorotan publik. Padahal kedua kasus dinilai memiliki unsur sama: teror.
Bela Ma'ruf Amin Soal RUU HIP, Ngabalin Tegur MUI
Ali Ngabalin memperingatkan MUI untuk berhati-hati mengomentari Wakil Presiden Maruf Amin. Wapres juga ulama, kata dia.
Istana: Jangan Tiap Hal Jokowi Diminta Ikut Campur
Istana menganggap Presiden Jokowi tak perlu turun tangan dalam perkara Novel Baswedan meski proses hukumnya dianggap janggal.