IPW Bela Jaksa Penuntut Penganiaya Novel Baswedan

Pengamat polisi Neta S Pane membela jaksa penuntut penyerang Novel Baswedan. Menurutnya tuntutan jaksa masuk akal.
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

Bogor - Lembaga pengamat polisi Indonesia Police Watch (IPW) membela tim jaksa penuntut umum kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. IPW menilai tim jaksa telah memberikan tuntutan sepantasnya terhadap dua terdakwa penganiaya Novel Baswedan.

"Sikap jaksa dan majelis hakim dalam memproses kasus Novel sudah on the track," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya kepada Tagar, Jakarta, 16 Juni 2020.

Sikap jaksa dan majelis hakim dalam memproses kasus Novel sudah on the track

Neta berbeda pendapat dengan sebagian orang yang menilai tuntutan JPU merusak akal sehat. Bagi Neta, kritik terhadap tuntutan yang dijatuhkan pada dua anggota Brigade Mobil (Brimob), Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, itu justru tidak masuk akal.

"Sehingga jaksa dan hakim tidak perlu takut terhadap manuver para pendukung Novel and gengnya. Apalagi mereka melakukan manuver yang tidak masuk akal, yakni menarik-narik (Presiden) Jokowi ke dalam kasus ini," ujarnya.

Baca juga:

Kamis pekan lalu, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tim JPU Ahmad Patoni, Satria Irawan dan Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin menutut terdakwa hukuman pidana 1 tahun berdasarkan pasal 353 ayat 1 KUHP. Jaksa beralasan Ronny dan Rahmat tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata korban.

Fakta persidangan, kata Jaksa Ahmad Patoni menunjukkan kedua terdakwa tidak berniat melukai Novel. Ronny dan Rahmat hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel dan tidak ada orang yang memerintahkan keduanya melakukan penyerangan tersebut.

Mengutip hasil pemeriksaan dokter visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017, Neta S Pane berpendapat, mata Novel tidak menunjukkan kerusakan. Visum ini, kata dia, dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga pada 24 April 2017 atau 13 hari setelah Novel diserang.

"Tidak berisi derajat kerusakan tapi hanya potensi, sehingga tidak bisa menunjukkan kerusakan itu sendiri, namun hanya potensi," ucapnya.

Neta mengatakan, berdasarkan yurisprudensi, visum et repertum tidak mengikat majelis hakim jika bertentangan dengan keyakinannya. Dengan demikian, unsur penganiayaan berat dalam kasus Novel tidak terbukti.

"Sepertinya, keyakinan inilah yang membuat jaksa menuntut satu tahun penjara pada pelaku karena dinilai melakukan penganiayaan ringan," ujarnya.

Pada dasarnya, kata Neta, kasus penyiraman Novel berbeda dengan kasus penyiraman air keras lainnya. Pada kasus penyiraman air keras lainnya, wajah korban rusak parah. "Sementara wajah Novel tetap mulus dan tampan," kata Ketua Presidium IPW ini. []

Berita terkait
Novel Baswedan Komentari Perundungan Bintang Emon
Penyidik senior KPK Novel Baswedan turut mengomentari serangan yang dialami oleh komika Bintang Emon.
Novel Baswedan Minta Terdakwa Penyerangan Dibebaskan
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta dua terdakwa penyerangnya dibebaskan saja dari tuntutan hukuman setahun penjara.
Pengacara: Salah Penanganan Mata Novel Baswedan Rusak
Penasihat hukum (PH) Rahmat Kadir Mahulette selaku terdakwa penyerang Novel Baswedan menyebut karena salah penanganan maka matanya menjadi rusak.