Istana: Jangan Tiap Hal Jokowi Diminta Ikut Campur

Istana menganggap Presiden Jokowi tak perlu turun tangan dalam perkara Novel Baswedan meski proses hukumnya dianggap janggal.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (tengah), Penyidik Senior Novel Baswedan (kanan), dan Ketua Wadah Pegawai Yudi Purnomo (kiri). (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta - Istana berpendapat Presiden Jokowi tak perlu cawe-cawe dalam perkara hukum penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Ini disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono menanggapi permintaan sebagian masyarakat agar Presiden Jokowi turun tangan dalam perkara Novel.

"Jangan semua hal diminta Presiden Jokowi turun tangan langsung. Harus diperhatikan juga mekanisme, prosedur, serta pembagian tugas dan wewenang yang sudah ada," kata Dini Purwono saat dihubungi, Jakarta Sabtu, 20 Juni 2020.

Sebagai presiden, kata politisi Partai Solidiritas Indonesia (PSI) ini, Jokowi kurang tepat terlibat dalam masalah Novel Baswedan. Apalagi, kata dia, negara telah memberikan wadah penegakan hukum. 

Jangan semua hal diminta Presiden Jokowi turun tangan langsung.

Jika Jokowi ikut mencampuri urusan hukum, kata Dini, Presiden bakal dituding otoriter. Tapi kalau Jokowi enggan ikut campur, Presiden juga dinilai salah oleh sebagian masyarakat.

"Ini kan ironis jadinya," tuturnya.

Baca juga:

Menurutnya, pembagian tugas setiap lembaga negara telah jelas. Oleh karena itu, pemerintah menyerahkan perkara Novel Baswedan kepada lembaga hukum seperti pengadilan.

Jika ada masyarakat yang tak puas kinerja jaksa, mereka dapat menempuh jalur yang telah tersedia. Masyarakat, contohnya, bisa melaporkan jaksa terkait kepada Komisi Kejaksaan.

"Kalau ada yang tidak puas dengan kinerja dan perilaku jaksa, kan sudah ada Komisi Kejaksaan RI. Masyarakat bisa lapor ke komisi tersebut," ujarnya. 

Pada kamis pekan lalu, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tim jaksa penuntut umum (JPU) yang terdiri dari Ahmad Patoni, Satria Irawan dan Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin menyatakan terdakwa penyerang Novel tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata korban. Kedua terdakwa hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel lantaran penyidik KPK itu dianggap mengkhianati institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

"Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan, tetapi di luar dugaan, ternyata mengenai matanya.  Akibatnya, mata kanannya tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi lima puluh persen saja atau cacat permanen," kata Jaksa. Dalam kasus ini, menurut JPU, unsur dakwaan primer tidak terpenuhi.

Walhasil, Jaksa menuntut dua terdakwa penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, hukuman penjara satu tahun. Tuntutan ini diprotes berbagai kalangan. 

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar  berpendapat, perbuatan penyerang Novel sebenarnya juga merupakan teror terhadap penegakan hukum. Tindakan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir bukan sekedar penganiyaan biasa seperti yang didakwakan.

"Ini sikap diskriminatif hukum di tangan aparat yang kadang berkelindan dengan kekuasaan," ucap pakar hukum asal Universitas Triksakti Jakarta ini.[]

Berita terkait
Jokowi Minta Kasus Novel Baswedan Bisa Berlaku Adil
Dini Purwono menegaskan, Presiden selaku Kepala Negara tidak bisa masuk ke dalam persoalan Novel Baswedan terlalu jauh.
Advokat Novel Baswedan: Inilah Peradilan Sandiwara
Saor Siagian meminta polisi bersikap tegas, serta tidak boleh bermain dua kaki atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Ahli Bandingkan Kasus Novel Baswedan dan Wiranto
Perbedaan tuntutan terhadap penyerang Novel Baswedan dan Wiranto menjadi sorotan publik. Padahal kedua kasus dinilai memiliki unsur sama: teror.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.