BAYI telah lahir. Bayi hasil pemerkosaan Herry Wirawan - pengasuh pondok pesantren yang ternyata adalah manusia keji. Dalam waktu lama hitungan tahun demi tahun dan sistematis ia telah memperkosa 13 santriwati yang mondok di ponpesnya.
Bukan hanya satu bayi, tapi sembilan. Bayi yang tidak pernah minta dilahirkan. Tidak pernah bisa memilih siapa ibunya. Siapa ayahnya.
Takdir sungguh teramat kejam. Ibunya mengalami trauma dan harus menanggung beban sebagai korban perkosaan selama hidupnya.
Sedangkan laki-laki yang adalah ayah biologisnya telah melakukan perbuatan melawan kemanusiaan kepada ibunya. Sudah mengantongi tiket hukuman mati. Tinggal menunggu waktu saja.
Sembilan bayi yang tidak diketahui jenis kelaminnya. Lagipula apa bedanya jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Entah mengapa ibunya tidak melakukan aborsi ebelum kehamilannya menjadi besar. Ibunya yang masih anak-anak. Mungkin tidak tahu apa yang dialaminya. Tidak tahu harus melakukan apa.
Kenapa orang tuanya tidak melakukan tindakan aborsi kepada anaknya yang hamil karena diperkosa. Apakah orang tuanya tidak tahu hingga kehamilan anaknya menjadi sangat besar.
Menetapkan sembilan orang anak dari para korban dan para anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Herry Wirawan saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa, 15 Februari 2022. (Foto: Dok Tagar)
Saya tidak melihat dari dekat kasus ini. Hanya melihat dari jauh. Banyak pertanyaan menggantung di kepala.
Ada ungkapan anak-anak bukan milik ayah ibunya. Anak-anak adalah milik kehidupan. Barangkali seperti itulah masa depan sembilan bayi itu. Masih dalam misteri. Tidak diketahui bagaimana nanti ujungnya. Sejuta kemungkinan terhampar di depan sana. Ujung yang tidak selalu buruk.
Pasti ada makna dalam setiap peristiwa. Sebuah sikap yang membimbing untuk tidak larut dalam ratapan panjang. Untuk tidak berlama-lama mengutuk kenyataan.
Makna apa di balik bayi lahir dari pemerkosa. Mungkin yang menemukan makna sejati adalah pelaku hidup itu sendiri. Bagi bayinya. Bagi ibunya. Bagi ayah biologisnya.
Tidak ada yang tahu kecamuk dalam pergulatan batin mereka saat ini dan nanti.
Orang luar hanya melihat permukaan. Hanya membaca kepingan-kepingan informasi yang berserak di halaman-halaman pemberitaan.
Lantas bagaimana nasib sembilan bayi hasil perkosaan Herry Wirawan itu?
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung memerintahkan agar sembilan anak dari korban pemerkosaan Herry Wirawan dirawat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Evaluasi perawatan akan dilakukan secara berkala.
"Menetapkan sembilan orang anak dari para korban dan para anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat cq UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat setelah mendapatkan izin dari keluarga masing masing dengan dilakukan evaluasi secara berkala," kata hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Herri Swantoro, dalam persidangan, Senin, 4 April 2022.
Anak-anak dari korban dapat kembali diasuh oleh orang tuanya jika mereka sudah siap secara mental dan kejiwaan berdasarkan evaluasi.
***
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung mengabulkan banding yang diajukan jaksa penuntut umum dengan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Herry Wirawan.
Majelis hakim juga memerintahkan untuk merampas harta kekayaan Herry Wirawan, yaitu berupa tanah dan bangunan serta hak-hak terdakwa dalam Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Pondok Pesantren Tahfidz Madani, Boarding School Yayasan Manarul Huda, serta aset lainnya.
"Untuk selanjutnya dilakukan penjualan lelang dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah cq Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk dipergunakan sebagai biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban dan bayi-bayinya hingga mereka dewasa atau menikah," hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Herri Swantoro.
Herry Wirawan usai mengikuti sidang agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, 11 Januari 2022. (Foto: Dok Tagar)
Hal-hal yang memberatkan terdakwa, kata Majelis Hakim, yaitu akibat perbuatan terdakwa menimbulkan anak-anak dari para anak korban sejak lahir kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua sebagaimana pada umumnya.
Selain itu, akibat perbuatan terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan terhadap korban dan orang tua korban.
Berikutnya, perbuatan terdakwa dapat mencemarkan lembaga pondok pesantren, merusak citra agama Islam karena menggunakan simbol-simbol agama Islam, dan dapat menyebabkan kekhawatiran orang tua untuk mengirim anaknya belajar di pondok pesantren.
Majelis hakim menilai tidak ada hal-hal yang meringankan hukuman bagi terdakwa. Dalam putusan ini, hakim juga menyatakan Herry Wirawan agar tetap ditahan.
Para santriwati yang menjadi korban Herry Wirawan, juga keluarga santriwati, melalui pengacaranya, menyampaikan rasa lega dengan putusan hukumah mati.
Sedangkan putusan hukuman mati seperti biasanya selalu menjadi perdebatan. Aktivis penentang hukuman mati di satu sisi dengan segala argumennya dan pihak yang memikirkan keadilan bagi korban di sisi satunya lagi. []
Baca juga
- Komnas HAM Soroti Vonis Mati kepada Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santriwati
- Profil Herry Wirawan yang Divonis Hukuman Mati
- Hukuman Mati Herry Wirawan Disorot Media Asing
- KPAI Harap Ponpes Bersih dari Pelecehan Sekslual Setelah Herry Wirawan Divonis Mati,