Nasdem: PDIP Getol Menginterpelasi Wali Kota Siantar

NasDem antusias pengajuan hak interpelasi DPRD kepada Wali Kota Pematangsiantar, konon motor awal adalah anggota Fraksi PDIP.
Wali Kota Hefriansyah Noor (tiga kanan) bersama Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Lingga (jas biru), saat pelantikan Pimpinan DPRD Kota Pematangsiantar periode 2019-2025. (Foto: Tagar/Istimewa)

Pematangsiantar - Anggota DPRD Pematangsiantar dari Fraksi NasDem Frengki Boy Saragih menyambut antusias pengajuan hak interpelasi DPRD kepada Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah. Konon motor awal adalah anggota Fraksi PDIP.

NasDem kata dia, telah menyetujui pengajuan hak interpelasi. Dengan kehadiran NasDem telah 21 dari 30 anggota DPRD Pematangsiantar setuju pengajuan interpelasi ini dilayangkan terlebih dulu kepada Ketua DPRD Pematangsiantar Timbul Lingga, sebelum kemudian dilesakkan ke wali kota.

"Ya, pada dasarnya kami setuju. Makanya kami sangat bersyukur Fraksi PDIP salah satu yang paling getol mengajukan interpelasi. Dengan jumlah suara saat ini sudah kuorum. Kita berharap agar kawan-kawan konsisten ke depanya," ungkap Frengki Boy, Senin 13 Januari 2020.

Hanya saja, terjadi keanehan, karena dari 21 anggota DPRD yang setuju mengajukan hak interpelasi, justru tak satupun anggota DPRD dari PDIP yang ikut menandatangani pengajuan hak interpelasi tersebut. Di DPRD Pematangsiantar ada delapan anggota termasuk Ketua DPRD.

Pengamat politik dari Sumut Watch, Daulat Sihombing menilai pengajuan hak interpelasi oleh anggota DPRD kepada Wali Kota Pematangsiantar akan mempengaruhi citra lembaga perwakilan rakyat tersebut.

Jangan DPRD nanti kelak menjadikan hal-hal yang formalistik menjadi alasan membatalkan haknya

"Ketika DPRD katakan ajukan hak interpelasi, ribuan mata mengawasi. Ini akan menjadi penilaian masyarakat kepada anggota dewan yang baru. Jika mereka serius menggunakan haknya untuk membela kepentingan masyarakat. Artinya jangan seperti dulu seperti bermain-main kayak lembaga transaksional dan setting politik," ungkap Daulat.

Menurut Daulat, interpelasi hanyalah hak mempertanyakan kebijakan pemerintah yang berdampak luas bagi masyarakat. Namun ketika nantinya banyak kebijakan pemerintah yang menyalahi, DPRD harus berani bersikap.

"Kalau juga akhirnya nanti DPRD mengabaikan keluhan masyarakat, ya ini sama saja itu menimbulkan pandangan yang buruk," ungkap Daulat.

Seperti yang terjadi pada 25 Juni 2018, ungkap Daulat, saat DPRD Pematangsiantar membentuk panitia angket pemakzulan Hefriansyah. 

Namun hasil kerja tim angket DPRD justru tidak disahkan di rapat paripurna karena anggota DPRD tidak kuorum meski Hefriansyah dinilai bersalah telah melecehkan suku Simalungun.

"Jangan DPRD nanti kelak menjadikan hal-hal yang formalistik menjadi alasan membatalkan haknya. Karena ini hak politik anggota dewan, ya lakukan juga melalui proses politik," terangnya.

Sebagaimana diketahui, DPRD Pematangsiantar berencana mengajukan interpelasi kepada Wali Kota Pematangsiantar menyangkut berbagai hal yang dikerjakan pemerintah kota. 

Di antaranya soal pengangkatan pejabat yang diduga banyak bermasalah, gaji ratusan pegawai Perusahaan Daerah Pasar Horas Jaya dan juga menyangkut APBD 2018 senilai Rp 46 miliar yang tak bisa dipertanggungjawabkan wali kota.[]

Berita terkait
Keberatan Dicopot, 2 Pejabat Lawan Wali Kota Siantar
Kisruh pelantikan pejabat eselon di Pematangsiantar masih terus bergulir. Pejabat nonjob melakukan perlwanan.
Rp 46 Miliar APBD 2018 Siantar Jadi Temuan BPK
Wali Kota Pematangsiantar tak bisa mempertanggungjawabkan temuan BPK tentang pergeseran APBD 2018 sebesar Rp 46 miliar.
Tersangka Korupsi di Siantar Aman Menjabat Kadis
Sebanyak 176 pejabat di Pematangsiantar dilantik. Seorang tersangka korupsi aman menjadi kepala dinas.