Jakarta - Anggota DPR RI Komisi VII, Dony Maryadi Oekon menilai, dengan Pemerintah memberikan kenaikkan subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebesar Rp 2,5 triliun sama sekali tidak akan menjadikan beban berat bagi pemerintah.
"Dasar itu dimulai dari asumsi dasar makro di sektor ESDM yang mayoritas sama dengan keputusan di akhir Rapat Kerja (Raker) yang telah disampaikan ke Badan Anggaran (Banggar). Tetapi ada sedikit perubahan yang signifikan di volume subsidi LPG 3kg," ucap Dony kepada Tagar, beberapa waktu lalu.
Mohon didalami dan dikaji kembali untuk subsidi LPG 3kg ini agar dapat meringankan beban masyarakat yang membutuhkan.
Menurut Politisi PDI perjuangan itu, latar belakang dari peningkatan subsidi LPG 3kg karena adanya peningkatan kapasitas setiap tahunnya. Jumlah rata-rata pertahun hampir mencapai 200.000 Metrik Ton (MT).
"Seharusnya, pada tahun ini 7,2 - 7,5 juta MT jika situasi normal. Tetapi saat ini menjadi berbeda, karena dampak di masa pandemi Covid -19 ini, masyarakat lebih membutuhkan LPG 3kg," kata Dony.
Selain itu, kata dia, progam yang ada, seperti converter kit minyak tanah ke gas membutuhkan kurang lebih sekitar 300.000 MT. Menurut Dony, pemakaian LPG Non-PSO mengalami penurunan, seperti di restoran, hotel dan lain sebagainya.
Dony mengatakan, untuk yang PSO, seperti rumah tangga, UMKM, pedagang makanan dan sejenisnya, justru mengalami kenaikan.
"Mohon didalami dan dikaji kembali untuk subsidi LPG 3kg ini agar dapat meringankan beban masyarakat yang membutuhkan," katanya.
Dony mengatakan, subsidi LPG 3kg sasarannya adalah masyarakat luas. Jadi, kata Dony, bila dikonversikan tambahan subsidi 500ribu MT ke rupiah sekitar Rp 2,5 triliun.
"Bandingkan dengan berbagai bantuan stimulus Pemerintah untuk penanganan Covid-19 yang mencapai Rp 700an triliun. Mohon ini dijadikan pertimbangan bagi pemerintah," ujar Dony.
Ia mengatakan, terkait rencana dihapusnya bbm jenis premium dan pertalite, pointnya adalah mengacu dari aturan Lingkungan Hidup (LH), yaitu keharusan menggunakan gasoline dengan kadar minimal RON 90.
"Nah, apakah kapasitas kilang kita sudah mampu untuk itu, jangan sampai kita akan mengimpor lagi karena Pertamina belum siap. Mega Project kilang yang direncanakan Pertamina ini pun masih belum berjalan dengan maksimal," ucapnya.[]