Jakarta - Pengamat mineral dan batubara (minerba) Ferdinandus Hasiman menyebut gasifikasi batubara atau dimethyl ether (DME) bisa menjadi energi alternatif pengganti elpiji (LPG). Selain itu, penggunaaan DME kata dia dapat mengurangi beban neraca perdagangan yang minus.
"Saya kira ini bagus untuk penghematan defisit neraca perdagangan. Karena selama ini defisit neraca perdagangan juga disumbangkan oleh LPG. Jadi selama ini kita mengonsumsi apa yang kita enggak punya," kata Ferdi kepada Tagar, Minggu, 26 Juli 2020.
Menurutnya Indonesia memang tidak memiliki banyak gas yang dapat diubah menjadi LPG. Karena sumber gas di Indonesia hanya berada di Sumatera dan Natuna, yang mana hanya sekitar 30 persen dari jumlah keseluruhan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Selama ini LPG kita impor sekitar 70 persen menyumbang defisit paling besar untuk neraca perdagangan. Selama ini impor ini jadi salah satu permainan mafia," ucapnya.
Apabila pengembangan gasifikasi DME terealisasi, ia percaya selain harganya lebih terjangkau untuk masyarakat menengah bawah, Indonesia juga bisa menjadi pemain besar di sektor tersebut. Sehingga tidak ada lagi cerita LPG menyumbang defisit, karena pendapatan negara bisa lebih besar.
"Selama ini yang jadi soal diimplementasi dan tidak punya keinginan untuk mengubah paradigma. Kita berharap eviden untuk kemajuan perusahan-perusahaan batubara punya porsi olahan DME," tutur Ferdi.
Menurutnya, selama ini, negara sudah rugi terlalu besar dari segi penggunaan elpiji sehingga diperlukan gebrakan dari segi pengolahan sumber daya alam. "Gunakan SDA secara efektif jangan eksploitasi tapi benar-benar harus digunakan energinya. Harus diatur kalau enggak kita susah nanti," katanya.
Pemerintah berencana mengurangi ketergantungan pada impor elpiji dengan mengembangkan gasifikasi batubara sebagai energi alternatif pengganti elpiji untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengembangan DME terutama diarahkan sebagai subtitusi penggunaan LPG yang pada awalnya untuk mensubtitusi minyak tanah.
"Apalagi 75 persen penggunaan LPG di dalam negeri itu berasal dari impor. Kalau kita tergantung impor, dari sisi ketahanan energi akan tidak terlalu baik," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Agung Pribadi dalam keterangan tertulis, Kamis, 23 Juli 2020. []