MUI Sebut Gatot Nurmantyo Salah Paham

MUI menilai ada yang salah paham terhadap fatwa MUI di tengah merebaknya wabah virus corona di Indonesia. Hal itu menanggapi Gatot Nurmantyo.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh saat membacakan 9 fatwa MUI soal cara ibadah dalam menghadapi Covid-19 di kantor BNPB, Jakarta, Kamis, 19 Maret 2020. (Foto: Youtube/BNPB Indonesia)

Jakarta - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam mengatakan ada kesalahpahaman terhadap fatwa salat di rumah di tengah merebaknya virus corona Covid-19. Asrorun mengatakan hal ini ketika ditanya wartawan tentang Gatot Nurmantyo yang menganjurkan gerakan meramaikan masjid, tetap melaksanakan salat berjamaah di tengah merebaknya wabah Covid-19 di Indonesia.

Asrorun menegaskan fatwa MUI bukan upaya meninggalkan ajaran Islam. Sebagai makhluk berakal, manusia diberi kebebasan memilih untuk kemaslahatan. Oleh karena itu, dalam situasi penyebaran Covid-19 ini masyarakat bisa memilih baik dan buruk untuk dirinya.

"Ketika kita diberikan sakit, kita dianjurkan akal sehat kita untuk berobat. Benar, sakit itu ciptaan Allah, tetapi dengan akal budi yang diciptakan Allah, kita diberi kewajiban untuk ikhtiar untuk melaksanakan aktivitas yang menyebabkan kesehatan. Kalau kita sakit kita ikhtiar berobat guna memastikan kesehatan," kata Asrorun di Kantor Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Kamis, 19 Maret 2020.

Ia mencontohkan bagi orang sehat diwajibkan menjaga kesehatannya dengan bersikap hati-hati, waspada terhadap serangan penyakit. "Kalau kita sehat diwajibkan menjaga kesehatan, jangan sampai kita menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan," ucap Katib Suriyah PBNU itu.

Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu meminta masyarakat tidak memahami 9 fatwa MUI secara terpisah-pisah. Fatwa tersebut harus dipahami secara utuh agar tidak memunculkan kesalahpahaman.

"Pro dan kontra di masyarakat ini lebih banyak dipicu kesalahpahaman dan juga parsialitas di dalam pemahaman fatwa. Fatwa ini ada 9 diktum yang merupakan satu kesatuan," tuturnya.

Sebelumnya, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menganjurkan gerakan meramaikan masjid, tetap melaksanakan ibadah salat berjamaah di tengah merebaknya wabah Covid-19 di Indonesia. Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengeluarkan imbauan untuk mengurangi aktivitas di ruang publik termasuk meminta masyarakat melaksanakan ibadah di rumah masing-masing, demi memutus mata rantai penularan.

Pro dan kontra di masyarakat ini lebih banyak dipicu kesalahpahaman dan juga parsialitas di dalam pemahaman fatwa.

Seruan Gatot Nurmantyo disampaikan melalui Instagram bercentang biru dengan akun @nurmantyo_gatot. Dalam seruannya, ia menilai ada yang salah dengan pemahaman mengenai pola penanggulangan virus corona (Covid-19) di Indonesia.

"Sepertinya ada yang keliru? Di negeri asalnya covid-19-cina, yg penganut paham komunis dan sebagian besar tdk beragama beramai-ramai mendatangi Masjid dan Belajar Berwudhu hingga mengikuti Sholat Berjamaah," tulis Gatot di akun tersebut, dikutip Tagar pada Rabu, 18 Maret 2020.

"AYO MAKMURKAN MASJID & GALAKKAN GERAKAN SHOLAT BERJAMA'AH UNTUK MINTA PERTOLONGAN ALLAH..!!" kata dia.

Berikut 9 poin fatwa MUI menyikapi merebaknya wabah virus corona.

1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

2. Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan megisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya salat Jumat dapat diganti salat zuhur, karena salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.

Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian dan tabligh akbar.

3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang punya potensi penularan tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.

b. Dalam hal ia berada kawasan yang potensi penyebarannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan ibadah sebagaimana kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri dan sering membasuh tangan dengan sabun.

4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, imat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat jumat dan boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.

6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.

7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.

8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf'u al-bala'), khususnya dari wabah COVID-19.

9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram. []

Baca juga:

Berita terkait
MUI Imbau Masyarakat Taati Pemerintah Soal COVID-19
MUI mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menghadapi penyebaran pandemi COVID-19 dengan tidak merasa panik berlebih.
9 Fatwa MUI Terkait Ibadah Saat Pandemi COVID-19
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait pelaksanaan ibadah pada saat mewabahnya pandemi virus corona atau COVID-19.
Fatwa MUI Larang Salat Jumat Bagi Positif Corona
MUI mengeluarkan fatwa melarang salat Jumat bagi umat Islam yang terpapar virus corona atau Covid-19
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.